Jakarta – Korea Selatan tengah dihantui penurunan populasi karena warganya menolak untuk memiliki anak atau keturunan. Kondisi ‘resesi seks’ ini menyebabkan Korsel mengalami krisis demografis karena banyak wanita yang berhenti melahirkan.
Kondisi ini juga dialami oleh Korea Selatan. Negeri Ginseng ini hanya mencatat tingkat kesuburan 0,81 persen pada 2021 berdasarkan data pemerintah. Idealnya, satu negara harus memiliki tingkat kesuburan 2,1 persen untuk menjaga populasi.
Di negara tersebut, semakin banyak anak muda yang tidak mau menikah. Meski sudah berumahtangga, para wanita lebih memilih untuk tidak hamil.
Krisis populasi tak hanya terjadi di Korea Selatan. Penduduk di China, misalnya, juga menganggap menikah dan memiliki anak tak lagi menjadi prioritas sehingga terjadi penurunan populasi di negara tersebut.
Penyebab Resesi Seks
Sebagian besar anak muda di Korea Selatan merasa tidak berkewajiban untuk berkeluarga, seperti orang tua dan kakek-neneknya. Hal ini disebabkan ketidakpastian pasar kerja yang suram, perumahan yang mahal, ketidaksetaraan gender dan sosial, tingkat mobilitas sosial yang rendah, dan biaya besar untuk merawat anak dalam masyarakat yang kompetitif.
Terlebih banyak wanita di Korea Selatan yang mengeluhkan budaya patriarkal. Itu memaksa mereka melakukan banyak pengasuhan anak sambil menanggung diskriminasi di tempat kerja.
“Singkatnya, orang mengira negara kita bukanlah tempat yang mudah untuk ditinggali,” kata Lee So-Young, pakar kebijakan kependudukan di Institut Korea untuk Urusan Kesehatan dan Sosial yang dikutip dari AP News.
“Mereka percaya anak-anak mereka tidak dapat memiliki kehidupan yang lebih baik daripada mereka, jadi mempertanyakan mengapa mereka harus bersusah payah untuk memiliki bayi,” lanjut dia.
Cerita Warga Korsel Enggan Punya Anak
Salah satunya dialami Choi Jung-hee, pekerja kantoran yang baru menikah. Ia tidak ada rencana memiliki anak.
“Hidupku dan suamiku yang utama,” katanya.
“Kami menginginkan kehidupan yang menyenangkan bersama, meskipun orang-orang mengatakan memiliki anak dapat memberi kami kebahagiaan, tetapi kami juga harus banyak bekerja keras.”
Efek Resesi SeksAkibat resesi seks yang terjadi, angka kelahiran di Korea Selatan mencetak rekor terendah di dunia yakni 0,81. Berdasarkan data populasi Statistics Korea pada 23 November, jumlah bayi yang baru lahir di kuartal ketiga (Juli-September) sebanyak 64.085 anak.
Namun, angka itu turun sebanyak 3,7 persen yakni 2.466 dari tahun ke tahun. Ini merupakan level terendah sejak statistik disusun pada tahun 1981.
Jumlah bayi yang lahir dari bulan Januari hingga September sebanyak 192.223 turun 15.582 dari tahun lalu yakni sebesar 202.805. Ini pertama kalinya jumlah bayi yang baru lahir turun di bawah 200.000 sejak statistik disusun.
“Jumlah bayi yang lahir telah menurun seiring dengan penurunan populasi wanita dan jumlah pernikahan yang terus menurun,” kata Roh Hyung-joon, kepala divisi tren populasi di Statistics Korea.
“Selain itu, angka kelahiran menurun seiring bertambahnya usia melahirkan dan masa subur dipersingkat.”
Efeknya bisa sangat serius. Jika populasi Korsel terus menyusut, tidak bakal ada usia produtif yang bisa menggantikan ‘aging population’. Hal ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di negara.
Strategi Baru Korea Selatan
Presiden Yoon Suk Yeol memerintahkan para pembuat kebijakan untuk menemukan langkah-langkah yang lebih efektif untuk mengatasi masalah ini. Ini dilakukan untuk membujuk pasutri memiliki lebih banyak anak dan wanita yang ‘ogah’ menikah.
Beberapa langkah itu yakni memberikan insentif tambahan biaya melahirkan, tunjangan kesehatan, hingga kemudahan akses pinjaman. Tetapi, tampaknya strategi itu tak berhasil.
Negara-negara ‘Resesi Seks’
Selain Korea Selatan, ada beberapa negara lainnya yang juga mengalami resesi seks, seperti:
China
Negara dengan populasi terbanyak di dunia ini disebut sedang mengalami ‘resesi seks’. Diprediksi, tahun 2022 angka kelahiran akan mencetak rekor terendahnya lantaran telah menurun berada di bawah 10 juta, dibandingkan tahun lalu 10,6 juta anak lahir per tahun.
Angka itu juga ternyata menurun 11,5 persen dari 2020.
Jepang
Krisis populasi di negara ini dipicu tingkat perkawinan dan kelahiran yang tergolong terendah sepanjang sejarah. Berdasarkan laporan terbaru, angka pria dan wanita di Jepang yang tidak ingin menikah memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Data dari Institut Nasional Kependudukan dan Jaminan sosial menemukan bahwa 17,3 persen pria dan 14,6 persen wanita berusia antara 18 dan 34 tahun di Jepang menyebut mereka tidak berminat menikah. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak kuesioner pertama kali dilakukan pada 1982.
Pada 2021, jumlah bayi yang lahir di Jepang mengalami penurunan 29.231 atau 3,5 persen. Sedangkan untuk jumlah pernikahan turun 24.391 dari 501.116, angka terendah sejak akhir perang dunia kedua.
Singapura
Di negara ini, angka kelahiran bayi pada 2021 adalah 1,12. Angka ini lebih rendah dibandingkan angka rata-rata global yakni 2,3.
Penyebab terjadinya ‘resesi seks’ di Singapura karena pemerintah mengizinkan para wanita untuk melakukan pembekuan telur. Padahal, awalnya izin ini hanya diberikan kepada wanita dengan kondisi medis tertentu seperti sedang melakukan kemoterapi.
Amerika Serikat
Sejak awal COVID-19 pada 2019 lalu, Amerika Serikat muncul isu terkena ‘resesi seks’. Hal ini terjadi karena banyaknya pasangan yang menunda untuk menikah atau mempunyai anak.
Sebuah penelitian dari Institute for Family Studies (IFS) menyebut jumlah orang dewasa yang enggan untuk berhubungan seks mengalami peningkatan sebanyak 21 persen pada 2021. Jika dibandingkan tahun 2008 yang hanya 8 persen, menunjukkan angka tersebut mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat.