Berdasarkan data yang dirilis pada hari Rabu (3/1) dari penyedia kebangkrutan Epiq AACER mencatat sebanyak 445.186 perusahaan mengajukan bangkrut pada tahun 2023. Angka ini sudah termasuk perusahaan komersial maupun pribadi.
Total pengajuan pada tahun 2023 ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2022 sebesar 378.390 perusahaan. Meski begitu, volume kasus kebangkrutan masih jauh di bawah level ketika terjadinya pandemi covid-19.
Pengajuan reorganisasi bisnis Bab 11 komersial melonjak sebesar 72% menjadi 6,569 dari 3,819 pada tahun sebelumnya. Sementara itu, pengajuan konsumen naik sebesar 18% menjadi 419,55 dari 356,911 pada tahun 2022.
Adapun pada bulan Desember 2023, total pengajuan turun menjadi 34,447 dari 37,860 pada bulan November, meskipun jumlah tersebut naik sebesar 16% dari tahun sebelumnya.
Jumlah kasus kebangkrutan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2024, meskipun masih ada jarak untuk melampaui angka 757.816 kasus kebangkrutan yang dilaporkan pada tahun 2019, setahun sebelum pandemi melanda.
“Seperti yang telah diantisipasi, kami melihat pengajuan baru pada tahun 2023 meningkatkan momentum selama tahun 2022 dengan sejumlah besar pengajuan komersial memimpin perkiraan peningkatan dan normalisasi kembali ke volume kebangkrutan sebelum pandemi,” kata Wakil Presiden Epiq AACER, Michael Hunter dikutip dari Reuters, Kamis (4/1/2024).
Lebih lanjut, pihaknya memperkirakan peningkatan jumlah konsumen dan komersial yang mencari perlindungan kebangkrutan akan terus berlanjut pada tahun 2024. Perkiraan ini muncul karena berkurangnya stimulus pandemi, peningkatan biaya dana, suku bunga yang lebih tinggi, tunggakan yang meningkat, dan utang rumah tangga yang melampaui rekor.
Berdasarkan data The Fed, utang rumah tangga mencapai rekor tertinggi US$17,3 triliun pada akhir kuartal-III 2023. Data menunjukkan bahwa tingkat tunggakan juga meningkat, tapi angka tersebut juga masih berada di bawah angka sebelum pandemi.
Selama dua tahun terakhir, kondisi keuangan dunia usaha dan rumah tangga telah mengalami pengetatan signifikan. Hal ini disebabkan karena naiknya suku bunga The Fed yang agresif untuk menekan inflasi. Misalnya, suku bunga pinjaman hipotek, pada paruh kedua tahun lalu melonjak ke level tertinggi sejak awal abad ini.
Meski demikian, biaya pinjaman dan kondisi keuangan secara keseluruhan mereda selama kuartal-IV 2023 usai The Fed memberi isyarat akan segera mengakhiri siklus kenaikan suku bunganya. Bulan lalu, salah satu pejabat The Fed sendiri mengindikasikan bahwa mereka akan menurunkan suku bunga pada tahun ini.
(rrd/detik)