Ada yang Dijadikan Tersangka Kasus Ekspor, Asosiasi Pengusaha Trauma Pasok Minyak Goreng Curah

0
Jakarta – Pengusaha mengaku trauma dengan adanya kasus dugaan korupsi pada ekspor crude palm oil (CPO) yang diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung). Ada 3 pengusaha swasta ikut terciduk dan jadi tersangka dalam kasus ini.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga mengatakan pengusaha kini menjadi takut untuk mengikuti aturan pemerintah.

Dia bilang pihaknya sudah berkontak dengan Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika soal masalah ini. Sahat menyatakan pengusaha mengancam untuk cabut dari program penyaluran minyak goreng curah yang dikoordinir Kementerian Perindustrian karena takut masalah yang terjadi pada ekspor CPO terulang kembali.

“Mereka yang sudah bekerja sesuai regulasi malah diculik (dijadikan tersangka). Saya WA ke pak Putu Dirjen Perindustrian, kalau ini begini kami mau aja mundur dari yang curah kalau begini, karena apa? Kami yang ditangkapin,” ungkap Sahat kepada wartawan ditemui di Ayana MidPlaza, Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2022).

Dalam konteks kasus dugaan ekspor minyak goreng, kasus bermula dari pengurusan persetujuan ekspor (PE) di Kementerian Perdagangan.

Pengusaha yang menjadi tersangka disebut-sebut belum memenuhi syarat ekspor berupa pemenuhan kebutuhan dalam negeri alias domestic market obligation (DMO). Namun, mereka melakukan permufakatan dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri yang juga ikut jadi tersangka, sehingga PE bisa dikeluarkan Kemendag.

Sahat menilai tidak mungkin pengusaha tidak melakukan pemenuhan kebutuhan DMO, termasuk 3 pengusaha yang terseret kasus ini. Menurutnya, peraturan Kemendag sudah jelas bahwa untuk mendapatkan PE, perusahaan harus memenuhi DMO.

“Menurut kami nggak sah. Mana buktinya PE keluar tapi fisik (pemenuhan kebutuhan) domestik nggak ada. Kita luruskan kami tidak yakin perusahaan akan ekspor tanpa domestik fisik, karena regulasinya begitu ketat,” ungkap Sahat.

Sebagai bukti pengusaha sudah memenuhi DMO, Sahat merujuk pada pernyataan Menteri Perdagangan yang menyebut sudah ada pemenuhan kebutuhan sebanyak 419 ribu ton minyak goreng dari DMO.

“Kan sudah ada bukti pak Mendag bilang ada 419 ribu ton yg digelontorkan. Kan itu dia yang ngomong, ‘saya sudah gelontorkan 419 ribu ton’, begitu kan,” kata Sahat.

Kini Sahat meminta agar Kementerian Perindustrian yang ikut dalam tata niaga penyediaan minyak goreng curah ikut melindungi pengusaha agar kejadian yang ada di Kementerian Perdagangan tak terjadi.

“Saya protes ke Kemenperin, tolong diselesaikan agar orang sudah benar tidak dikenakan seperti itu lagi,” kata Sahat.

Sebagai informasi, Kejagung menetapkan 4 tersangka dalam kasus korupsi eksor minyak goreng. Ada 3 tersangka dari pihak swasta mulai dari Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG), dan Togar Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.

Kejagung juga menunjuk Indrasari Wisnu Wardhana yang merupakan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag sebagai tersangka.

Dalam konteks ini, kasus terjadi saat Kementerian Perdagangan memberlakukan kewajiban pemenuhan DMO dan DPO untuk industri kelapa sawit yang mau melakukan ekspor. Hal ini dilakukan untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga kelapa sawit yang jadi salah satu bahan baku utama minyak goreng.

Kebijakan diberlakukan saat harga minyak goreng sedang meningkat tinggi-tingginya di tengah masyarakat. Selain kebijakan di hulu, di tengah masyarakat saat itu Kemendag menerapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk semua jenis minyak goreng, dari curah hingga kemasan.

Namun, sederet kebijakan itu tak bertahan lama. Kini semua kebijakan itu telah berubah. Tak ada lagi kewajiban DMO dan DPO bagi produsen kelapa sawit dan tidak ada lagi HET minyak goreng kemasan.

(hal/zlf/detik)