Anies-Cak Imin Ogah Pajaki Penghasilan dan Tabungan, Mau Dihapus?

0
(Foto: Andhika Prasetia)
Jakarta – Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) menjanjikan tidak akan memberatkan masyarakat lewat pungutan pajak. Jika terpilih nanti pihaknya menyebut akan menghindari pajak yang bersifat positif dari masyarakat.

Hal itu dikatakan Co-Captain Tim Nasional Pemenangan (Timnas) AMIN, Thomas Lembong. Pajak positif dari masyarakat yang akan dihindari seperti pajak penghasilan (PPh) dan pajak atas tabungan masyarakat.

“Prinsip dasar dari perpajakan adalah hal-hal yang mau kita tumbuhkan, jangan kita pajaki karena pajak itu disinsentif. Jadi kalau kita mau orang nabung, tabungannya jangan dipajaki. Kemudian penghasilan itu juga,” kata Thomas dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, dikutip Kamis (28/12/2023).

“Kita mau menghindari memajaki yang positif seperti tabungan atau penghasilan,” ucapnya.

Menurutnya, Indonesia hanya beberapa dari negara yang memungut pajak dari tabungan. Selain itu, adanya pajak penghasilan dinilai akan membuat masyarakat malas berkarya. “Sebenarnya kan kita mau memberikan masyarakat insentif untuk kerja keras. Kebanyakan penghasilan dipajaki, itu orang jadi malas untuk berkarya,” ucapnya.

Sebagai penggantinya, AMIN mau kejar pajak dari konsumsi berlebih yang dianggap tidak baik untuk masyarakat hingga pajak dari 100 orang terkaya di Indonesia. Ia setuju adanya rencana pengenaan pajak terhadap cukai plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK), serta pajak emisi karbon.

“Konsumsi gula setiap tahun cukup besar, sampah volumenya luar biasa, emisi karbon kita tinggi sekali, itu semuanya volume-volume yang besar sehingga kalau kena cukai beberapa persen saja, itu penghasilannya menurut hitungan kami bisa beberapa ratus triliun per tahun,” ucap Thomas.

Dengan begitu ia yakin target AMIN menaikkan rasio pajak dari 10% menjadi 13-16% bisa tercapai jika terpilih. Meskipun, target itu jauh lebih rendah dari pasangan calon nomor urut 2 dan 3.

“Karena kami anggap tahun depan akan ada perlambatan ekonomi, jadi kami tidak mau menaikkan pajak secara drastis di saat lagi terjadi perlambatan ekonomi. Rakyat yang sekarang saja sudah susah dengan naiknya harga pangan 20-30%, dengan tingginya biaya hidup, kalau ditimpa dengan kenaikan pajak yang drastis lagi, itu hemat kami bisa sangat kontraktif terhadap perekonomian,” tuturnya.
(fdl/detik)