Seperti dilansir Al Arabiya, Senin (22/1/2024), Pangeran Faisal dalam wawancara dengan CNN, yang disiarkan pada Minggu (21/1) waktu setempat, menyatakan bahwa hubungan resmi antara Riyadh dan Tel Aviv tidak akan terjalin sebelum masalah Palestina diselesaikan.
Saat ditanya apakah itu berarti tidak akan ada hubungan resmi tanpa jalan menuju negara Palestina yang kredibel dan tidak bisa diubah, Pangeran Faisal menjawab: “Itulah satu-satunya cara agar kita bisa mendapatkan manfaatnya.”
“Jadi iya, karena kita memerlukan stabilitas dan hanya stabilitas yang bisa dicapai melalui penyelesaian masalah Palestina,” tegasnya.
Pernyataan Pangeran Faisal itu merupakan bagian dari wawancara yang awalnya direkam di sela-sela Forum Ekonomi Dunia yang digelar pekan lalu di Davos, Swiss, dan baru disiarkan pada Minggu (21/1) waktu setempat di CNN.
Pangeran Faisal, dalam wawancara tersebut, juga menyatakan bahwa meredakan konflik di Jalur Gaza dan menghentikan kematian warga sipil menjadi fokus utama Saudi.
“Apa yang kita lihat adalah Israel menghancurkan Gaza, penduduk sipil Gaza. Ini sama sekali tidak perlu, sama sekali tidak bisa diterima dan harus dihentikan,” ujarnya.
Sementara laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza menyebut lebih dari 25.000 orang, kebanyakan perempuan dan anak-anak, tewas akibat rentetan serangan Israel selama beberapa bulan terakhir. Lebih dari 62.000 orang lainnya mengalami luka-luka.
Pada Kamis (18/1) pekan lalu, Duta Besar Saudi untuk Amerika Serikat (AS) Putri Reema binti Bandar menegaskan bahwa Riyadh tidak bisa melanjutkan pembicaraan soal kesepakatan penting untuk mengakui Israel sampai adanya gencatan senjata di Jalur Gaza. Tel Aviv dengan teguh menolak gencatan senjata.
“Saya pikir hal yang paling penting untuk disadari adalah (Kerajaan Saudi) belum menempatkan normalisasi sebagai inti kebijakannya. Hal ini menempatkan perdamaian dan kemakmuran sebagai inti kebijakannya,” sebut Putri Reema saat berbicara dalam panel Forum Ekonomi Dunia di Davos.
“(Kerajaan Saudi) Sudah cukup jelas. Selama masih terjadi kekerasan di lapangan dan pembunuhan masih berlangsung, kita tidak bisa membicarakannya pada hari berikutnya,” tegasnya.
Saudi tidak pernah mengakui Israel dan tidak bergabung dengan Perjanjian Abraham yang dimediasi AS tahun 2020 lalu, yang membuat beberapa negara tetangganya, seperti Bahrain, Uni Emirat Arab dan Maroko, menjalin hubungan resmi dengan Israel.
Baru-baru ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terang-terangan menyatakan penolakannya terhadap pembentukan negara Palestina — salah satu solusi yang ditawarkan sekutunya, AS, untuk perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina.
(nvc/ita/detik)