Jakarta – Pemerintah sudah lama memiliki rencana melakukan penyederhanaan digit mata uang (redenominasi) misalnya Rp 1.000 menjadi Rp 1. Bahkan Bank Indonesia (BI) sudah siap dengan desai uangnya.
“Kami dari dulu sudah siap, jadi redenominasi sudah kami siapkan dari dulu. Masalah desain dan tahapan-tahapannya, itu sudah kami siapkan dari dulu secara operasional dan bagaimana tahapan-tahapannya,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (22/6/2023).
Namun, kebijakan yang sudah lama direncanakan ini belum bisa diterapkan, karena masih ada hambatan baik internal maupun eksternal seperti pelemahan ekonomi global.
“Demikian juga stabilitas sistem keuangan kita kan kondisinya stabil, tetapi ketidakpastian global masih ada, sabar,” ujar Perry.

Penyederhanaan nilai mata uang ini sudah diterapkan di beberapa negara. Ada yang sukses dan ada juga yang gagal.
Dalam catatan detikcom, ada beberapa negara yang sukses melakukan redenominasi, seperti Turki, Rumania, Polandia dan Ukraina.
Turki mulai menerapkan redenominasi pada tahun 2005. Mata uang Lira (TL) dikonversi menjadi Lira baru dengan kode YTL. Kala itu, konversi mata uang lama ke baru dilakukan dengan menghilangkan 6 angka nol. Kurs konversi adalah 1 YTL untuk 1.000.000 TL.
Penerapan redenominasi di Turki dilakukan dengan sangat hati-hati. Prosesnya pun berlangsung selama 7 tahun. Dalam prosesnya, pemerintah Turki sangat memperhatikan stabilitas perekonomian dalam negeri.
Namun beberapa negara juga gagal menerapkan kebijakan ini, seperti Rusia, Argentina, Zimbabwe, dan Korea Utara. Brasil pun pernah gagal melakukan redenominasi, namun akhirnya berhasil pada tahun 1994.
Kegagalan negara-negara tersebut diakibatkan oleh waktu yang tidak tepat. Redenominasi yang seharusnya dilakukan dalam kondisi perekonomian yang stabil, justru diterapkan negara-negara tersebut pada saat kondisi perekonomian tidak stabil dan memiliki tingkat inflasi yang tinggi.
(rrd/detik)