Al-Barghouti dibebaskan setelah dua bulan ditahan Israel. Dia juga memuji langkah sayap bersenjata Hamas, pemimpinnya, dan rakyat Gaza.
“Semoga Tuhan membalas mereka dengan baik atas nama kami. Jika bukan karena rakyat Gaza, kita tidak akan melihat kebebasan,” kata Al-Barghouti seperti dilansir AFP, Minggu (26/11/2023).
Dia menceritakan apa yang dialaminya di penjara Israel. Dia mengatakan dirinya dan warga Palestina lain harus memakan kepahitan hidup dan dipermalukan.
“Kami berada di dalam penjara, memakan kepahitan. Mereka sadis. Mereka menghina dan mempermalukan kami, namun harga diri kami tinggi dan martabat kami terangkat, berkat perlawanan,” ucapnya.
Tahanan asal Palestina lainnya, Marah Bakir (24), juga bersyukur atas kebebasannya. Namun, dia menyadari kebebasannya itu berasal dari darah para warga lainnya di Gaza.
“Saya senang namun pembebasan saya harus dibayar dengan darah para martir,” kata Marah Bakir.
Bakir mengatakan kebebasan dari ‘empat dinding penjara’ sungguh luar biasa. Bakir telah ditahan selama 8 tahun.
“Saya menghabiskan akhir masa kanak-kanak dan remaja saya di penjara, jauh dari orang tua dan pelukan mereka,” katanya setelah kembali ke rumah keluarganya di Beit Hanina, Yerusalem timur.
Tahanan Palestina yang mengenakan jaket abu-abu diarak di Beitunia di Tepi Barat yang diduduki di hadapan para pendukung yang bersorak gembira, banyak dari mereka menangis. Namun, sempat ada tembakan gas air mata dari Israel untuk membubarkan massa.
Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan tiga orang ditembak dan terluka oleh pasukan keamanan Israel. Namun, hal itu tak menjadi penghalang bagi warga Palestina untuk bersukacita menyambut bebasnya keluarga mereka.
“Polisi Israel ada di rumah kami dan mencegah orang datang menemui kami,” kata Fatina Salman, ibu dari Malak (23) yang ditangkap dalam perjalanan ke sekolah pada tahun 2016 karena dituduh mencoba menikam seorang petugas polisi di Yerusalem.
Malak sebenarnya baru akan dibebaskan pada tahun 2025. Kini, Malak telah kembali dan mendapat sambutan penuh kemenangan di lingkungannya di Beit Safafa.
“Putriku lemas, sejak kemarin dia belum makan,” kata Salman.
Sebagai informasi, Hamas melakukan serangan mematikan ke Israel pada 7 Oktober. Serangan mendadak itu menyebabkan 1.200 orang tewas dan merupakan peristiwa dengan jumlah korban jiwa terbanyak sejak berdirinya Israel pada tahun 1948.
Israel kemudian melakukan balasan dengan kekuatan militer ke wilayah Gaza yang dikuasai Hamas. Serangan Israel itu menyebabkan hampir 15.000 orang tewas dan ratusan ribu lebih harus mengungsi.
(haf/imk/detik)