China Berang Gegara AS Larang Impor dari Xinjiang

0
Beijing – Amerika Serikat (AS) melarang impor barang dari Xinjiang, China. Pemerintah China pun berang dengan sikap AS.

Dilansir dari AFP, Jumat (24/12/2021), Presiden AS Joe Biden telah menandatangani undang-undang yang melarang seluruh impor dari wilayah Xinjiang. Larangan itu terkait kekhawatiran soal penggunaan kerja paksa dalam produksi di Xinjiang yang banyak ditinggali etnis minoritas Uighur.

UU yang disetujui Kongres AS pekan lalu itu melarang impor seluruh barang dari Xinjiang. Namun, ada pengecualian jika pihak perusahaan memberikan bukti yang bisa diverifikasi kalau produksinya tidak melibatkan kerja paksa.

UU Pencegahan Kerja Paksa Uighur itu menetapkan fokus tiga produk secara khusus, yaitu kapas — di mana Xinjiang menjadi salah satu produsen utama dunia kemudian tomat dan polysilicon — bahan yang digunakan dalam produksi panel surya.

Sebagai informasi, sekitar 20 persen garmen yang diimpor ke AS setiap tahunnya, mencakup sejumlah kapas dari Xinjiang. Dalam langkah bipartisan yang langka, Senat AS pekan lalu secara bulat meloloskan UU tersebut.

Hal itu menjadikan AS sebagai negara pertama yang melarang seluruh impor dari wilayah Xinjiang. UU itu diloloskan meskipun ada lobi-lobi dari perusahaan-perusahaan AS yang kebanyakan sangat bergantung pada pemasok China dan telah menghadapi gangguan besar-besaran akibat gejolak perdagangan yang dipicu pandemi virus Corona (COVID-19).

Dalam pernyataannya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyebut UU itu memberikan pemerintah ‘sarana baru untuk mencegah barang-barang yang dibuat dengan kerja paksa di Xinjiang, masuk ke pasar AS dan lebih meningkatkan akuntabilitas bagi individu dan entitas yang bertanggung jawab atas pelanggaran ini’.

Blinken menyerukan kepada China untuk segera mengakhiri ‘genosida dan kejahatan kemanusiaan’. UU itu juga mengharuskan Presiden AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap para pejabat China yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Xinjiang.

Para pakar HAM, saksi mata dan pemerintah AS menyebut lebih dari 1 juta warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya yang berbahasa Turki ditahan di kamp-kamp dalam upaya menghapuskan akar budaya tradisi Islam mereka. Para tahanan itu disebut dipaksa melebur ke dalam etnis mayoritas Han di China. AS menyebutnya sebagai genosida.

China Berang

Dilansir AFP dan Xinhua News Agency, Jumat (24/12/2021), Kementerian Luar Negeri China menegaskan Pemerintah China menolak UU itu dan menyebut UU itu mengabaikan kebenaran.

“Undang-undang ini secara jahat merendahkan situasi hak asasi manusia di Xinjiang, China, dengan mengabaikan fakta dan kebenaran,” tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataannya.

“Ini secara serius melanggar hukum internasional dan norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional dan sangat mencampuri urusan dalam negeri China,” imbuh pernyataan tersebut.

Kementerian Luar Negeri China menyebut tuduhan kerja paksa dan genosida di Xinjiang sebagai kebohongan kejam yang dibuat-buat oleh kekuatan anti-China. Kemlu China menyebut isu genosida itu sebagai upaya merusak pertumbuhan perekonomian dan stabilitas sosial di Xinjiang.

“Pihak AS terus menggunakan isu-isu terkait Xinjiang untuk menciptakan rumor dan membuat masalah. Pada dasarnya AS terlibat dalam manipulasi politik dan pemaksaan ekonomi, dan berupaya merusak kemakmuran dan stabilitas di Xinjiang, dan menahan pertumbuhan China dengan dalih hak asasi manusia,” sebut pernyataan tersebut

“Isu-isu terkait Xinjiang sama sekali bukanlah isu hak asasi manusia, tapi pada intinya soal melawan terorisme dan separatisme yang kasar,” tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri China.

Ditegaskan juga oleh juru bicara tersebut bahwa isu-terkait Xinjiang murni urusan dalam negeri China. Kemlu Negeri China mendesak AS ‘segera memperbaiki kesalahannya’.

“Berhenti menggunakan isu-isu terkait Xinjiang untuk menyebarkan kebohongan, mencampuri urusan dalam China dan menahan pertumbuhan China,” cetus Kementerian Luar Negeri China.

“China akan memberikan respons lebih lanjut sehubungan dengan perkembangan situasi,” tandas pernyataan itu.

(haf/haf/detik)