
Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Untuk tahap awal kawasan ini sudah diminati oleh perusahaan kaca terbesar di dunia asal Tiongkok, Xinyi Group yang berencana berinvestasi senilai US$ 11,5 miliar atau setara Rp 175 triliun sampai dengan 2080.
“Total area itu kan 17.000 (hektare) tapi dari 17.000 (hektare) lebih itu kan ada sekitar 10.000 hektare itu kawasan hutan lindung yang nggak bisa kita apa-apain. Jadi areanya itu kurang lebih sekitar 7.000 (hektare) yang bisa dikelola. Untuk kawasan industrinya, tahap pertama itu kita kurang lebih sekitar 2.000-2.500 hektare,” terang Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam keterangan tertulis, Senin (18/9/2023).

“Ini investasinya total Rp 300 triliun lebih, tahap pertama itu Rp 175 triliun. Kalau ini lepas, itu berarti potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan penciptaan lapangan pekerjaan untuk saudara-saudara kita di sini itu akan hilang,” sambung Bahlil.
Sementara itu, terkait penyiapan lahan untuk pergeseran permukiman warga, Bahlil menyatakan pemerintah akan menyiapkan hunian baru untuk 700 KK yang terdampak pengembangan investasi di tahap pertama.
Rumah tersebut akan dibangun dalam rentang waktu 6 sampai 7 bulan. Sementara menunggu waktu konstruksi, warga akan diberikan fasilitas berupa uang dan tempat tinggal sementara. Rinciannya sebagai berikut:
Pertama, pemerintah telah menyiapkan tanah seluas 500 meter persegi per Kepala Keluarga.
Kedua, rumah dengan tipe 45 yang nilainya kurang lebih sekitar Rp 120 juta.
Ketiga, uang tunggu transisi sampai dengan rumahnya jadi, per orang sebesar Rp 1,2 juta dan biaya sewa rumah Rp1,2 juta. Termasuk juga dengan tanam tumbuh, keramba ikan, dan sampan di laut.
“Semua ini akan dihargai secara proporsional sesuai dengan mekanisme dan dasar perhitungannya. Jadi yakinlah bahwa kita pemerintah juga punya hati,” tegas Bahlil.
Bahlil kembali menegaskan pentingnya untuk memenuhi hak-hak masyarakat Rempang terkait dengan pemindahan warga Pulau Rempang ke Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau.
Merespons protes sebagian warga Rempang yang menolak pemindahan, Bahlil meminta penanganan di lapangan harus dilakukan tanpa kekerasan.
“Proses penanganan rempang harus dilakukan dengan cara-cara yang soft, yang baik dan tetap kita memberikan penghargaan kepada masyarakat yang memang sudah secara turun-temurun berada di sana. Kita harus berkomunikasi dengan baik, sebagaimana layaknya lah. Kita ini kan sama-sama orang kampung. Jadi kita harus bicarakan,” ujar Bahlil
(hns/detik)




