Deal! Singapura Bakal Beli Listrik 2 GW dari Indonesia

0

Jakarta – Indonesia dan Singapura sepakat melakukan jual beli listrik. Singapura bakal mengimpor listrik rendah karbon dari Indonesia.

Hal ini ditandai dengan adanya penandatanganan nota kesepahaman antara Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Wakil Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng. Tan See Leng mengatakan, otoritas energi Singapura telah menyetujui impor listrik rendah karbon sebanyak 2 gigawatt (GW) dari Indonesia ke Singapura.

“Dengan gembira saya umumkan bahwa EMA (Energy Market Authority Singapore) telah memberikan persetujuan bersyarat untuk impor 2 gigawatt listrik rendah karbon dari Indonesia ke Singapura,” beber Tan See Leng dalam acara Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023 di Park Hyatt Hotel, Jakarta Pusat, Jumat (8/9/2023).

Ada lima perusahaan dari Indonesia yang mengajukan proposal untuk menyediakan listrik rendah karbon ke Singapura. Tan See Leng menjelaskan secara kolektif, perusahaan-perusahaan tersebut bakal memasang 11 GW kapasitas panel surya dan 21 GW penyimpanan energi baterai di Indonesia.

“Proyek-proyek ini akan menjadi pembangkit listrik tenaga surya dan baterai terbesar di Indonesia dan akan melayani kebutuhan energi Indonesia dan Singapura,” ungkap Tan See Leng.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menerangkan setelah adanya penandatanganan nota kesepahaman, masing-masing pihak akan memberikan kepastian. Dari Singapura akan menyampaikan kebutuhan hingga kualitas listrik yang diminta.

“Singapura akan menyampaikan ke kita. Jadi ini G to G, Singapura akan sampaikan ke Indonesia bahwa Singapura itu butuh listriknya berapa, kapasitasnya per tahun berapa, listriknya seperti apa, kualitasnya seperti apa, itu akan disampaikan ke Indonesia,” kata Dadan di kantornya, Jakarta Pusat.

Medco-Adaro di Balik Ekspor Listrik

Konsorsium Pacific Medco Solar Energy menjadi salah satu yang bakal berpartisipasi. Konsorsium ini terdiri dari PT Medco Power Indonesia, Pacific Light Energy Singapura, dan Gallant Venture Singapura.

Kemudian, ada dua perusahaan lain yang berpartisipasi mengekspor listrik ke Singapura, yaitu PT Adaro Energy Indonesia dan juga PT Energi Baru TBS. Sementara itu di pihak Singapura ada lima perusahaan yang bakal ikut berpartisipasi dalam rencana impor listrik ini, mulai dari Seraphim Solar System, LONGi Solar Technology, IDN Solar Tech, Sungrow Power Supply, dan Huawei Tech Investment.

Kembali ke Tan See Leng, dia juga menjelaskan hingga 2035 negaranya bakal mengimpor 4 GW listrik rendah karbon. Dari jumlah tersebut, 50% kebutuhannya dipenuhi dari Indonesia. Menurutnya, hal ini merupakan bukti kemitraan erat antara dua negara besar di Asia Tenggara tersebut.

“Faktanya, bahwa setengah dari jumlah tersebut akan berasal dari Indonesia merupakan bukti kemitraan jangka panjang dan komprehensif,” pungkas Tan See Leng.

Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) mengungkapkan syarat bagi Singapura bila ingin mengimpor listrik dari Indonesia. Syarat utamanya adalah developer panel surya dan baterai dari Singapura harus membuat pabrik di Indonesia.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenkomarves Rachmat Kaimuddin menjelaskan dalam perjanjian yang diteken antara pemerintah Indonesia dan Singapura dijelaskan seluruh alat yang digunakan untuk menghasilkan listrik rendah karbon yang diminta Singapura harus memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang tinggi.

“Persyaratan yang kita buat dalam MOU G-to-G antara Indonesia dan Singapura adalah solar panel harus penuhi TKDN requirement dari Indonesia. Misalnya TKDN 60% maka harus dilaksanakan di Indonesia pabriknya, nanti pabriknya di manapun bisa di Batam, Jawa,” ungkap Rachmat dalam konferensi pers penutupan acara ISF 2023.

Secara umum, syarat ini dengan sendirinya akan membentuk industri panel surya sendiri di Indonesia. Investasi besar pun kemungkinan bisa masuk ke dalam negeri dalam pengembangan listrik rendah karbon. Namun, ketika ditanya berapa potensi investasinya, Rachmat enggan menjawab.

Dengan industri panel surya yang terbangun, Rachmat juga mengatakan Indonesia mendapatkan keuntungan karena kebutuhan panel surya dapat dipenuhi langsung dari dalam negeri.

“Kemarin juga dilaporkan, PLN mereka juga berniat meningkatkan penggunaan solar panel maka industrinya bisa terbentuk dan menguntungkan kita,” ujar Rachmat.

Ketika ditanya kapan ekspor listrik ini bisa direalisasikan, Rachmat mengatakan bisa jadi paling lambat 2026. “Kalau mulainya mungkin 2026 atau 2027 ya,” pungkasnya.

(hal/ara/detik)