Larangan perjalanan terhadap Yoon, seperti dilansir AFP, Senin (9/12/2024), diungkapkan oleh Komisioner Layanan Imigrasi pada Kementerian Kehakiman Korsel, Bae Sang Up, saat berbicara kepada para anggota parlemen dalam sidang terbaru.
Ketika ditanya salah satu anggota parlemen soal apakah Yoon telah dilarang untuk meninggalkan Korsel, Bae menjawab: “Iya, benar.”
Laporan kantor berita Yonhap dalam laporannya menyebut larangan perjalanan itu diterapkan oleh Kementerian Kehakiman Korsel tak lama setelah Kantor Penyelidikan Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) mengumumkan pihaknya telah mengajukan permintaan tersebut.
Kepolisian Korsel sedang melakukan penyelidikan terhadap Yoon atas dugaan pemberontakan dan beberapa tuduhan lainnya terkait penerapan darurat militer singkat pada Selasa (3/12) malam hingga Rabu (4/12) pagi pekan lalu.
Meskipun Presiden Korsel secara umum kebal dari penuntutan pidana saat masih menjabat, namun kekebalan hukum itu tidak berlaku untuk tuduhan pemberontakan atau makar.
Jaksa Korsel, Park Se Hyun, yang memimpin investigasi khusus terhadap darurat militer yang ditetapkan Yoon pekan lalu, mengatakan pada Minggu (8/12) bahwa sang presiden telah ditetapkan sebagai tersangka atas sejumlah tuduhan, termasuk makar.
“Penyelidikan sedang dilakukan sesuai dengan prosesnya,” ucap jaksa Park saat berbicara kepada wartawan setempat, seperti dilansir NBC News.
Pada Sabtu (7/12), Yoon lolos dari pemakzulan yang diupayakan oposisi dalam parlemen Korsel. Mosi pemakzulan yang diajukan Partai Demokrat, sebagai oposisi utama, dan beberapa partai oposisi lainnya gagal disetujui setelah aksi walkout oleh hampir seluruh anggota parlemen dari partai berkuasa, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang menaungi Yoon.
Dibutuhkan dua pertiga suara anggota parlemen, atau 200 anggota dari total 300 anggota parlemen Korsel, untuk bisa meloloskan mosi pemakzulan tersebut. Ketidakhadiran sebagian besar anggota parlemen PPP itu membuat voting untuk mosi pemakzulan Yoon gagal mencapai kuorum yang dibutuhkan.
Partai Demokrat dan partai-partai oposisi kecil lainnya secara total menguasai 192 kursi dalam parlemen, sehingga kurang delapan suara untuk bisa meloloskan mosi pemakzulan tersebut.
(nvc/ita/detik)