Empat pelaku penipuan dengan modus business e-mail compromise (BEC). Dua perusahaan asal Taiwan dan Korea Selatan (Korsel) menjadi korban penipuan dengan total kerugian mencapai Rp 84,8 miliar.
Dalam kasus itu, polisi telah menyita barang bukti berupa yang hingga buku tabungan bank. Ada Rp 29 miliar, tiga unit ponsel, 90 buku tabungan dari berbagai bank. Selain itu, disita juga paspor para pelaku, hingga bukti transaksi penukaran mata uang asing.
Saat konferensi pers, selain empat pelaku, barang-barang bukti yang disita ditampilkan. Sehingga, duit tersebut disusun bertumpuk-tumpuk di lantai hingga ke meja.
Keempat tersangka itu berinisial CT, MTS, YH, dan SA alias FP. Mereka mengaku sudah beraksi sejak 2020.
Polisi telah memeriksa delapan saksi dalam kasus penipuan ini. Asep mengatakan pihaknya masih memburu satu orang lagi yang diduga terlibat dalam penipuan tersebut, yakni D, yang merupakan warga negara Nigeria.
Polisi telah memeriksa delapan saksi dalam kasus penipuan ini. Asep mengatakan pihaknya masih memburu satu orang lagi yang diduga terlibat dalam penipuan tersebut, yakni D, yang merupakan warga negara Nigeria.
“Ada (WNA yang terlibat). Ada satu sasaran kita WN Nigeria yang lagi kita kejar berinisial D. Tapi nanti mungkin kita lakukan pendalaman lebih lanjut,” katanya.
Dittipidsiber Bareskrim Polri menangkap empat pelaku penipuan dengan modus business e-mail compromise (BEC) kepada perusahaan asing. Asal Korea Selatan (Korsel), Simwoon Inc, dan perusahaan asal Taiwan, White Wood House Food, dengan meraup keuntungan total Rp 84,4 miliar.
“Para tersangka melakukan penipuan dengan skema business e-mail compromise (BEC) kepada korban perusahaan SW dari Korsel dan WHF dari Taiwan. Yang menyebabkan kerugian untuk perusahaan SW Rp 82 miliar. Lalu, untuk perusahaan WH kerugian Rp 2,8 miliar,” ujar Asep Edi Suheri.
“Dilakukan dengan cara menyamar menjadi perusahaan mitra dagang korban dengan tujuan mendapatkan dana yang seharusnya di-transfer ke perusahaan rekan bisnis korban yang asli. Pada kasus ini, sindikat menggunakan identitas palsu yang kemudian digunakan untuk membuat dokumen antara lain SIUP, SIB, Surat Izin Lokasi, dan akta notaris,” ujar Asep kepada wartawan, Jumat (1/10/2021).
Dokumen tersebut kemudian digunakan para tersangka untuk membuat perusahaan palsu yang namanya dimiripkan dengan perusahaan mitra korban dengan menambahkan satu karakter pada alamat e-mail. Asep mengatakan dokumen perusahaan palsu tersebut juga dijadikan dasar dalam pembuatan rekening bank jenis giro yang berada di bawah penguasaan masing-masing tersangka yang terdaftar sebagai direktur perusahaan palsu tersebut.
Peran Pelaku
Keempat orang tersebut memiliki peran berbeda-beda dalam aksinya itu. Ada yang berperan sebagai direktur, ada pula yang siapkan tabungan.
“Tersangka atas nama CR (25) alamat Kebayoran Baru, Jaksel. Tersangka atas nama NTS (38) alamat Sukmajaya, Kabupaten Depok. Tersangka atas nama YH (24) alamat Cilandak, Jaksel. Tersangka atas nama SA alias FP alamat Pegangsaan, Jakpus,” ujar Dirtipidsiber Bareskrim Brigjen Asep Edi Suheri melalui keterangan tertulis, Jumat (1/10/2021).
Pertama, CR berperan sebagai pendiri dan direktur perusahaan palsu yang menerima aliran dana dari dugaan tindak pidana.
Kedua, ada NTS yang berperan sebagai pendiri dan direktur perusahaan palsu yang menerima aliran dana dari dugaan tindak pidana.
“(Ketiga) YH sebagai pendiri dan direktur perusahaan palsu yang menerima aliran dana dari dugaan tindak pidana dan membuat rekening dengan identitas palsu yang digunakan untuk menerima aliran dana,” tutur Asep.
Terakhir, Asep menjelaskan SA alias FP berperan membuka rekening di sebuah bank swasta dengan menggunakan identitas palsu atas nama Friska Prisilia.