Efektif 90% Lawan Covid, Ini 5 Fakta Vaksin mRNA

0
ilustrasi, (AP Photo/Nasser Nasser)

Jakarta – Vaksin mRNA dari Pfizer/BioNTech dan Moderna diklaim memiliki efektivitas hingga 90% melawan Covid-19. Platform vaksinasi ini mungkin baru bagi publik global, tetapi ini adalah teknologi yang telah dipertaruhkan oleh para peneliti selama beberapa dekade terakhir.

Ketiga perusahaan farmasi ini punya nama besar di industri farmasi. Moderna, Inc. adalah perusahaan bioteknologi yang berbasis di Cambridge, Massachusetts, AS, dengan fokus pada penemuan obat dan pengembangan obat berdasarkan RNA. Sahamnya tercatat di Bursa Nasdaq dengan kode MRNA

Pfizer Inc. ialah perusahaan farmasi asal AS, salah satu farmasi terbesar di dunia dan menempati peringkat ke-57 dalam daftar Fortune 500 tahun 2018. Sahamnya tercatat di Bursa NYSE (Wall Street) dengan kode PFE.

Adapun BioNTech SE adalah perusahaan bioteknologi Jerman yang berbasis di Mainz yang mengembangkan dan memproduksi imunoterapi aktif untuk pengobatan. Sahamnya tercatat di Nasdaq dengan kode perdagangan BNTX.

Berikut 5 fakta vaksin mRNA, dilansir CNN Health, Selasa (1/6/2021).

1. Vaksin

Vaksin mRNA dimulai pada awal 1990-an, ketika peneliti kelahiran Hungaria Katalin Kariko dari University of Pennsylvania mulai menguji teknologi mRNA sebagai bentuk terapi gen. Para peneliti juga telah mempelajari vaksin mRNA untuk melawan Ebola, Zika, rabies, dan cytomegalovirus.

“Selain itu, ada juga potensi dalam menghadapi malaria, tuberkulosis dan virus langka seperti virus nipah,” kata seorang ahli penyakit menular di Penn Medicine Dr. Drew Weissman.

Para ahli menilai ada potensi besar dalam teknologi di mRNA ini. Vaksin yang efektif untuk melawan infeksi ini sebelumnya luput dari perhatian para ilmuwan karena berbagai alasan.

2. Kanker

Kegunaan lain yang jelas dari teknologi mRNA adalah untuk melawan kanker. Tubuh manusia melawan kanker setiap hari, dan menggunakan mRNA dapat membantu tubuh pasien melakukannya dengan lebih baik.

“Anda dapat menggunakannya agar tubuh Anda menghasilkan molekul yang bermanfaat,” kata ahli biologi struktural Jason McLellan, dari The University of Texas.

Moderna atau perusahaan yang dibentuk khusus untuk mengembangkan teknologi mRNA – sedang mengerjakan vaksin kanker yang dipersonalisasi.

3. Autoimun

“Menggunakan mRNA untuk melawan penyakit autoimun adalah ‘hal yang menarik’,” kata ahli biologi struktural Jason McLellan, dari The University of Texas.

BioNtech telah bekerja dengan peneliti akademis dalam menggunakan mRNA untuk mengobati tikus yang direkayasa secara genetik. Tujuannya dalam mengembangkan penyakit yang mirip dengan multiple sclerosis – penyakit autoimun yang dimulai ketika sistem kekebalan secara keliru menyerang lapisan lemak sel saraf.

Pada tikus, pengobatan tampaknya membantu menghentikan serangan, sekaligus menjaga sistem kekebalan tubuh lainnya tetap utuh.

4. Terapi Gen

Pendekatan mRNA menjanjikan untuk mengirim instruksi untuk membuat versi protein yang sehat. Menurut Dr. Drew Weissman, ahli infeksi penyakit di Penn Medicine melihat adanya potensi khusus dalam mengobati penyakit sel.

Pada penyakit sickle cell, sel darah merah berbentuk lipatan dan dapat menyumbat pembuluh darah kecil, menyebabkan nyeri dan kerusakan organ. Messenger RNA dapat digunakan untuk mengubah instruksi menuju sumsum tulang.

“Sekarang kami dapat menargetkan sel itu, harapannya adalah kami dapat memberi orang suntikan RNA dan itu akan menargetkan sel induk sumsum tulang dan memperbaiki penyakitnya,” kata Weissman.

5. Tick Borne

Tick borne merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang berasal dari gigitan kutu. Pendekatan mRNA mungkin juga bekerja melawan beberapa penyakit bawaan, kata Weissman.

“Idenya adalah jika Anda kebal terhadap protein air liur, ketika kutu itu menggigit Anda, tubuh menghasilkan peradangan dan kutu itu jatuh,” kata Weissman.

Penyakit Lyme disebabkan oleh bakteri Borrelia burgdorferi, dan kutu umumnya harus tetap menempel 36 hingga 48 jam sebelum menularkan bakteri ke inangnya. Jika kutu jatuh sebelum itu, ia tidak dapat menularkan infeksi.

(tas/tas/cnbc)