Seperti dilansir AFP, Senin (23/10/2023), kedua negara saling menyalahkan terkait insiden pada Minggu (22/10) waktu setempat, yang terjadi di dekat Second Thomas Shoal di Kepulauan Spratlys, dengan kedua pihak telah mengajukan protes diplomatik dan merilis video untuk mendukung tuduhan mereka.
Dua insiden tabrakan itu terjadi saat misi pasokan Filipina untuk tentaranya yang ditempatkan di sebuah kapal Angkatan Laut yang dikaramkan di perairan dangkal tersebut sejak tahun 1999 untuk menegaskan klaim teritorial Manila.
Para pejabat Filipina menuduh sebuah kapal penjaga pantai China dan sebuah kapal ‘milisi’ telah melakukan ‘manuver berbahaya’ yang memicu tabrakan dengan sebuah kapal pasokan dan sebuah kapal penjaga pantai Filipina.
Menteri Pertahanan (Menhan) Filipina Gilbert Teodoro semakin mempertajam tuduhan dalam pernyataan pada Senin (23/10) waktu setempat, dengan menyebut tindakan China di dekat Second Thomas Shoal sebagai tindakan yang disengaja’.
“Kapal penjaga pantai dan kapal milisi maritim China, secara terang-terang telah melanggar hukum internasional, melecehkan dan dengan sengaja menabrak kapal Unaiza May 2 dan kapal Penjaga Pantai Filipina BRP Cabra,” sebut Teodoro dalam pernyataannya.
“Kami di sini sungguh-sungguh mengecam keras pelanggaran mengerikan dan tindakan ilegal di zona ekonomi eksklusif (Filipina) 200 mil laut dan pengaburan kebenaran oleh China yang memutarbalikkan cerita demi tujuan mereka sendiri,” imbuhnya.
Otoritas Manila menegaskan bahwa insiden di Laut China Selatan itu ‘dianggap serius di tingkat tertinggi pemerintahan’.
Pada Senin (23/10) waktu setempat, Kementerian Luar Negeri Filipina memanggil Duta Besar China untuk Manila, Huang Xillian, untuk menyampaikan protes diplomatik atas insiden tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina, Teresita Daza, mengatakan bahwa sang Duta Besar China tidak bisa hadir dan diwakili oleh wakil kepala misi diplomatik China, Chou Zhiyong.
“Ayungin Shoal merupakan bagian dari zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen kami dan kami memiliki hak kedaulatan dan yurisdiksi atas wilayah tersebut,” tegas Daza menggunakan nama Filipina untuk dangkalan tersebut.
Dalam pernyataan terpisah, Kedutaan Besar China menyampaikan ‘protes serius… mengungkapkan ketidakpuasan yang kuat dan penolakan tegas terhadap pelanggaran’ oleh kapal-kapal Filipina ke area Terumbu Karang Ren-nai — nama China untuk Second Thomas Shoal.
Beijing menyebut ‘tabrakan kecil’ terjadi setelah kapal pasokan Filipina mengabaikan ‘berbagai peringatan dan dengan sengaja melanggar penegakan hukum dengan cara yang tidak profesional dan berbahaya’.
China mengklaim hampir seluruh perairan Laut China Selatan, yang menjadi jalur perdagangan senilai triliunan dolar Amerika setiap tahunnya, dan mengabaikan putusan pengadilan internasional tahun 2016 yang menyatakan klaim-klaim Beijing tidak memiliki dasar hukum.
Second Thomas Shoal berjarak sekitar 200 kilometer dari Pulau Palawan di Filipina bagian barat, dan berjarak lebih dari 1.000 kilometer dari daratan China terdekat, Pulau Hainan.
(nvc/ita/detik)