Dilansir dari Reuters, Selasa (9/1/2024), minyak mentah Brent turun US$ 2,64 (3,4%) menjadi US$ 76,12 per barel. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS turun $3,04 (4,1%), menjadi US$ 70,77 per barel.
Naiknya produksi minyak OPEC disebabkan karena masih adanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, setelah serangan Houthi Yaman terhadap kapal di Laut Merah.
Peningkatan pasokan dan persaingan dari produsen lainnya, mendorong Arab Saudi untuk memangkas harga jual resmi ke level terendah dalam 27 bulan terakhir (Official Selling Price/OSP) minyak mentah Arab Light mereka ke Asia.
“Hal ini meningkatkan kekhawatiran mengenai permintaan di China dan juga permintaan global. Pasar saham berada pada awal yang lemah tahun ini dan berita dari Arab Saudi ini telah menyebabkan kejatuhan,” kata Analis Price Futures Group Phil Flynn dikutip dari reuters, Selasa (9/1/2024).
Sementara itu, survei Reuters pada hari Jumat lalu menemukan, produksi minyak OPEC meningkat pada bulan Desember karena peningkatan di Angola, Irak dan Nigeria, mengimbangi pengurangan yang berkelanjutan oleh Arab Saudi dan anggota aliansi OPEC+ lainnya.
Peningkatan ini terjadi menjelang pengurangan produksi OPEC+ lebih lanjut pada tahun 2024 dan keluarnya Angola dari OPEC mulai tahun ini. Kondisi ini menjadi faktor-faktor yang diperkirakan akan menurunkan produksi dan pangsa pasar pada bulan Januari.
“Jika kita hanya fokus pada fundamental, termasuk persediaan yang lebih tinggi, produksi OPEC/non-OPEC yang lebih tinggi, dan OSP Saudi yang lebih rendah dari perkiraan, tidak mungkin ada hal lain selain bearish pada minyak mentah,” kata Analis IG Tony Sycamore.
“Namun, hal ini tidak memperhitungkan fakta bahwa ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali meningkat, yang berarti penurunannya terbatas,” sambungnya.
Di samping itu, penurunan harga minyak juga dipicu oleh force majeure yang dilakukan Perusahaan Minyak Nasional Libya pada hari Minggu di ladang minyak Sharara. Adapun ladang minyak tersebut dapat memproduksi hingga 300.000 barel per hari.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken meningkatkan intensitas pembicaraan dengan para pemimpin Arab sebagai bagian dari dorongan diplomatik untuk menghentikan perang di Gaza agar tidak meluas.
Konflik tersebut telah memicu kekerasan di Tepi Barat yang diduduki Israel, Lebanon, Suriah, hingga Irak, serta juga menyebabkan serangan Houthi di jalur pelayaran Laut Merah.
(shc/kil/DETIK)