Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan paper test yang dilakukan Kemenhub pada Jumat (5/1/2023), Kemenhub memutuskan menutup Bandara Minangkabau melalui Notice to Airmen (NOTA) bernomor B0030/24 NOTAMN mulai pukul 10.45 WIB sampai dengan pemberitahuan selanjutnya.
Penutupan dilakukan dengan pertimbangan keselamatan penerbangan khususnya resiko sebaran abu vulkanik yang dapat membahayakan dan menghentikan kerja mesin pesawat terbang.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, M. Kristi Endah Murni, menyatakan berdasarkan informasi, abu gunung berapi berdampak pada 29 penerbangan. Akibatnya, satu penerbangan harus kembali ke bandara asal atau return to base dan satu penerbangan harus mengalihkan pendaratan ke bandara lain.
Melalui Otoritas Bandara Wilayah VI Padang, Kristi menjelaskan pihaknya akan terus melakukan monitoring dan pengawasan perkembangan situasi berupa pengamatan lapangan yang dilakukan dengan interval 30 menit sampai 1 jam sekali pada beberapa titik di sekitar bandara. Dengan keadaan yang bersifat force majeure alias kahar tersebut, ia pun menghimbau agar maskapai penerbangan memberi kompensasi kepada penumpang yang telah membeli tiket.
Opsi yang tersedia adalah full refund, reschedule, atau re-route ke bandara terdekat jika kursi masih tersedia. Ia mengatakan hal ini diharapkan dapat membantu penumpang yang terkena dampak penutupan bandara.
“Kami memahami bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan, namun keselamatan seluruh pihak terlibat tetap menjadi prioritas utama. Kami menghargai pengertian dan kerjasama dari seluruh pihak yang terlibat dalam situasi ini, dan semoga kondisi di Bandara Minangkabau cepat kembali normal,” ucap Kristi dalam keterangan resmi, Jumat (5/1/2023).
Sementara terkait penanganan erupsi dan penanganan dampak abu vulkanik, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara pun telah menerbitkan sejumlah regulasi.
Di antaranya, Surat Edaran nomor SE 15 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Penerbangan pada Keadaan Force Majeure, serta Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 153 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Prosedur Collaborative Decision Making (CDM) Penanganan Dampak Abu Vulkanik terhadap Operasi Penerbangan melalui Integrated Web Based Aeronautical Information System Handling (I-WISH). Kedua surat tersebut berfungsi sebagai pedoman penanganan force majeure penerbangan imbas erupsi Gunung Merapi.
“Kami berkomitmen untuk terus memantau situasi dan berkoordinasi dengan stakeholder terkait dalam penanganan force majeure ini agar dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan demi keselamatan, keamanan dan kenyamanan penerbangan,” tutup Kristi.
(rrd/rir/detik)