Jakarta – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) tengah mengebut penyelesaian revisi Undang-undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Salah satu yang akan di atur di dalamnya ialah mengenai nasib tenaga non ASN atau honorer yang mencapai 2,3 juta.
Selaras dengan itu, pada hari ini uji publik revisi UU ini perdana dilakukan di Universitas Negeri Semarang (UNNES), Semarang. Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Alex Denni menjelaskan, RUU ini disusun untuk menciptakan organisasi pemerintah yang lincah dan berujung pada kesejahteraan ASN melalui transformasi manajemen ASN.
“Harapannya, revisi undang-undang ini bisa menciptakan ASN yang profesional, serta organisasi pemerintah yang lebih lincah mengikuti dinamika global,” ujar Alex, dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (26/7/2023).
Sebanyak tujuh kluster menjadi fokus revisi UU ASN, yang terdiri atas pembahasan terkait Komisi ASN, penetapan kebutuhan PNS dan PPPK, Kesejahteran PPPK, pengurangan ASN akibat perampingan organisasi, penyelesaian tenaga non-ASN, digitalisasi manajemen ASN, serta ASN di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Salah satu kluster yang menjadi perbincangan masyarakat adalah penyelesaian tenaga non-ASN. Adapun saat ini jumlahnya telah membengkak hingga mencapai 2,3 juta orang se-Indonesia, dari proyeksi sebelumnya yang hanya berkisar 400.000. Hal ini disebabkan semakin banyak instansi, terutama daerah merekrut tenaga non-ASN.
Sejalan dengan itu, Alex mengatakan, pemerintah dan DPR punya beberapa prinsip dalam penyelesaian masalah ini. Pertama adalah tidak boleh ada pemberhentian massal. Oleh karena itu, pihaknya terus mendorong agar tenaga non ASN inj masuk menjadi ASN melalui beberapa prosedur, salah satunya lewat seleksi CASN yang akan segera dibuka tahun ini.
Prinsip kedua adalah skema yang dijalankan harus memastikan pendapatan non-ASN tidak boleh berkurang dari yang diterima saat ini. Salah satunya dengan mengatur skema kerja yang adil dan tepat.
“Misalnya ada tenaga non-ASN yang jenis keahlian dan kebutuhan instansinya diperlukan pada waktu yang bisa disepakati bersama. Ini menguntungkan pegawai yang bersangkutan, karena dia mendapatkan pendapatan yang adil. Tentu tidak boleh berkurang dari yang diterima saat ini,” katanya.
Prinsip ketiga adalah memperhitungkan kapasitas fiskal yang dimiliki pemerintah. Dengan begitu, harapannya Kementerian PANRB bisa menciptakan keberlanjutan dari program pemerintah.
Alex mengatakan, RUU ini disusun dengan harapan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada dalam manajemen ASN secara keseluruhan. Dengan revisi aturan ini, harapannya juga tidak lagi ada pandangan yang menganggap bahwa PNS tidak bisa dipecat.
“Ada bab yang menekankan bahwa kinerja sebagai komponen penting yang bisa memberhentikan PNS,” tegas Alex.
Selain itu, lanjut Alex, revisi UU ini memiliki tujuan agar pemerintah bisa menjawab tantangan jangka pendek, menengah, dan panjang. Hal ini berkenaan dengan peningkatan kapasitas ASN, mobilitas yang fleksibel, hingga manajemen yang semakin terdigitalisasi.
(rrd/rir/detik)