Kolombo -Otoritas Sri Lanka mulai menggelar kremasi massal untuk mengatasi tumpukan jenazah korban virus Corona (COVID-19) di tengah lonjakan kasus beberapa waktu terakhir. Kremasi massal dilakukan setelah rumah-rumah sakit tidak lagi memiliki ruang untuk menampung jenazah para korban Corona.
Seperti dilansir AFP, Senin (9/8/2021), jumlah tambahan kasus harian di negara ini meningkat dua kali lipat dalam sebulan, menjadi lebih dari 2.500 kasus, dengan kematian nyaris 100 kematian. Situasi ini semakin menambah beban rumah-rumah sakit setempat.
Pada Minggu (8/8) malam waktu setempat, otoritas kota Kolombo mulai menggelar kremasi massal dan memakamkan 15 jenazah di kompleks Pemakaman Umum Kolombo, setelah rumah sakit utama di ibu kota menyatakan tidak lagi memiliki tempat di dalam ruangan pendingin untuk mayat.
Ini menjadi kremasi massal pertama sejak Desember tahun lalu, ketika pemerintah Sri Lanka menolak keberatan keagamaan dan mengkremasi 15 warga minoritas Muslim, termasuk seorang bayi berusia 20 hari. Menyusul protes baik secara domestik maupun internasional, pemerintah Sri Lanka kemudian mengizinkan warga Muslim untuk dimakamkan di area terpencil di timur negara ini, sesuai dengan tradisi ajaran Islam.
Serikat Inspektur Kesehatan Umum (PHI) menyatakan bahwa jenazah pasien Corona menumpuk di rumah-rumah sakit setempat pada akhir pekan, dengan krematorium yang terus beroperasi kewalahan untuk menghadapi peningkatan angka kematian yang cepat.
“Pada tahap ini, kita mungkin harus membangun krematorium-krematorium baru,” usul kepala serikat PHI, Upul Rohana, kepada wartawan di Kolombo.
Di rumah sakit Kolombo Utara terdapat 20 jenazah yang tidak bisa disemayamkan di dalam ruangan berpendingin, sedangkan di rumah sakit Panadura — selatan Kolombo — jumlah jenazah yang menumpuk menjadi 50 jenazah.
Sementara di kamar mayat Rumah Sakit Nasional Kolombo, seluruh 66 penyimpanan berpendingin terpakai dan jenazah para korban menumpuk di atas troli dan meja-meja di rumah sakit.
Selama pandemi, otoritas Sri Lanka langsung memakamkan jenazah korban dan tidak menyerahkannya kepada keluarga korban. Rohana menyebut lonjakan kasus juga berarti pelacakan kontak terkait pasien Corona tidak lagi praktis untuk dilakukan.
Pembatasan Corona diperketat sejak Jumat (6/8) waktu setempat, saat muncul laporan bahwa pasien-pasien Corona meninggal ketika menunggu giliran dirawat di rumah sakit yang penuh sesak. Pemerintah telah melarang acara kenegaraan dan perkumpulan massal hingga 1 September mendatang.
Sejauh ini, lebih dari 11 juta orang dari total 21 juta jiwa populasi Sri Lanka telah menerima setidaknya satu dosis vaksin Corona. Sekitar 2,93 juta orang lainnya telah menerima dua dosis vaksin hingga Minggu (8/8) waktu setempat.
Sri Lanka saat ini mencatat total nyaris 330.000 kasus Corona dengan 5.107 kematian. Para pakar menilai angka sebenarnya di lapangan jauh lebih tinggi dari data resmi tersebut.
Gelombang penularan terbaru muncul setelah pemerintah melonggarkan pembatasan Corona pada April lalu demi mengizinkan digelarnya perayaan tradisi Sinhala dan Tahun Baru Tamil. Aturan diperketat kembali pada Mei namun dilonggarkan lagi sejak 10 Juli.
(nvc/ita/detik)