Jepang Naikkan Batas Usia Legal Berhubungan Seks, Ini Alasannya

0
Jakarta – Jepang akan menaikkan batas mimimum usia consent atau usia legal berhubungan seks dari yang sebelumnya 13 tahun menjadi 16 tahun. Perubahan aturan ini dipicu oleh protes besar-besaran akibat kegagalan untuk melindungi anak dari predator seksual.

Dikutip dari The Japan Times, usia legal berhubungan seks di Jepang tidak pernah berubah sejak 1907. Hal ini disebabkan harapan hidup rata-rata orang Jepang yang kurang dari 50 tahun.

Usia legal di Jepang berhubungan intim juga tergolong rendah di antara negara lainnya seperti:

Inggris dan Korea Selatan, 16 tahun
Jerman dan China, 14 tahun
Prancis, 15 tahun

Meski demikian, Jepang bukan merupakan negara dengan usia legal terendah di dunia. Menurut World Population Review, Angola dan Filipina mencatat usia legal terendah yaitu 12 tahun.

Di bawah KUHP saat ini, anak-anak berusia minimal 13 tahun dianggap mampu menyetujui atau memberikan consent. Artinya, aktivitas seksual yang mereka lakukan tidak dianggap perkosaan menurut undang-undang.

Ada seruan untuk menaikkan batas usia tersebut agar lebih mencerminkan kenyataan karena eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur semakin menjadi perhatian.

Subkomite hukum pidana dari Dewan Legislatif, yang menasihati menteri kehakiman, juga berusaha membuat definisi yang lebih spesifik untuk kejahatan hubungan seksual paksa dan penyerangan tidak senonoh agar lebih mudah membangun kasus untuk kejahatan semacam itu dan mendukung tuduhan terkait di pengadilan.

Nantinya, aturan terkait pelaku seksual akan ditambahkan. Pelaku seksual akan dihukum apabila ‘mempersulit korban untuk membentuk, mengungkapkan atau memenuhi niat untuk tidak menyetujui’, atau memanfaatkan situasi seperti itu.

Kementerian Kehakiman juga menyarankan untuk memperpanjang batas waktu untuk melaporkan pemerkosaan dari 10 menjadi 15 tahun untuk memberi lebih banyak waktu bagi para penyintas.

Rencananya, aturan ini akan disetujui pada pertengahan Februari. Pemerintah berharap untuk memberlakukan revisi KUHP selama sesi parlemen berlangsung hingga 21 Juni.

Beberapa hal yang disorot undang-undang ini adalah hubungan seksual dengan anak di bawah 13 tahun adalah ilegal terlepas dari persetujuan, sedangkan hubungan seksual dengan mereka yang berusia 13 sampai 15 tahun akan dihukum jika jarak usia pelaku lima tahun atau lebih tua.

Ayah Perkosa Anak Kandung

Perubahan usia legal juga didasari pada banyak kasus pemerkosaan, salah satunya dilakukan seorang ayah kepada putrinya pada 2019. Kasus tersebut berakhir bebas meskipun putrinya yang berusia remaja berulang kali diperkosa.

Menurut laporan The Guardian, cabang pengadilan distrik Nagoya membebaskan si ayah, dengan mengatakan tidak ada bukti pasti bahwa putrinya tidak dapat melawan, meskipun putrinya mengaku tidak menyetujui hubungan seks tersebut. Namun, akhirnya pengadilan menjatuhi hukuman bagi si ayah selama 10 tahun penjara.

Kasus lainnya yakni seorang pria dinyatakan tidak bersalah memperkosa seorang wanita yang pingsan karena minum karena dia ‘salah paham’ bahwa dia setuju untuk berhubungan seks.

Pemerintah juga mencatat jumlah pelanggaran seks di Jepang telah melonjak tajam, dengan kasus pemaksaan hubungan seksual naik 19,3 persen menjadi 1.656 pada 2022. Jumlah kasus kekerasan seksual yang melibatkan kekerasan atau ancaman juga naik 9,9 persen menjadi 4.708 kasus.

Di samping perubahan usia legal berhubungan intim, Kementerian Kehakiman juga menyarankan agar pelaku ‘cabul’ dihukum dengan hukuman tuduhan pemerkosaan yaitu lima tahun. Pelaku cabul bukan sekedar berhubungan seks, melainkan memotret, merekam, dan menyebarkan gambar bagian tubuh serta pakaian dalam korban.

Saat ini, pelaku ‘cabul’ dikenakan hukuman maksimal dua tahun penjara dan denda tidak lebih dari 1 juta Yen atau Rp 112 juta. Di prefektur lain seperti Fukushima dan Osaka, pelaku ‘cabul’ hanya dihukum penjara maksimal enam bulan dan denda maksimal 500 ribu Yen atau Rp 56 juta.

(hnu/vyp/detik)