Jepang Ungkap Anggaran Militer Terbesar Sejak PD II, Capai Rp 4.997 Triliun

0
Tokyo – Jepang mengungkapkan anggaran militer terbesarnya sejak Perang Dunia II yang mencapai US$ 320 miliar (Rp 4.997 triliun). Anggaran militer itu mencakup rencana membeli rudal-rudal yang mampu menyerang wilayah China dan mempersiapkan Jepang untuk konflik berkelanjutan, berkaca dari invasi Rusia ke Ukraina.

Di sisi lain, anggaran militer sebesar itu akan menjadikan Jepang sebagai negara pembelanja militer terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan China, jika didasarkan pada anggaran saat ini. Demikian seperti dilansir Reuters, Sabtu (17/12/2022).

Anggaran militer tersebut akan mencakup rencana pertahanan militer selama lima tahun, yang sebelumnya tidak terpikirkan bagi Jepang yang menganut pasifisme — paham yang menentang adanya perang.

Perdana Menteri (PM) Fumio Kishida menyebut peningkatan anggaran militer itu merupakan ‘jawaban saya atas berbagai tantangan keamanan yang kita hadapi’. Kishida juga menggambarkan Jepang dan rakyatnya kini sedang berada dalam ‘titik balik dalam sejarah’.

Pemerintahan Kishida mengkhawatirkan Rusia telah menetapkan preseden yang akan mendorong China untuk menyerang Taiwan, yang bisa mengancam pulau-pulau Jepang di dekatnya, mengganggu pasokan semikonduktor canggih dan berpotensi menghambat jalur laut yang digunakan memasok minyak Timur Tengah.

“Ini merupakan arah baru bagi Jepang. Jika dilaksanakan dengan tepat, Pasukan Pertahanan Diri (militer Jepang) akan menjadi kekuatan nyata kelas dunia yang efektif,” sebut mantan Laksamana Pasukan Pertahanan Diri Maritim Jepang, Yoji Koda, yang pernah menjadi komandan armada Jepang tahun 2008 lalu.

Pemerintah Jepang juga menyatakan akan menyimpan pasokan suku cadang dan amunisi lainnya, memperluas kapasitas transportasi dan mengembangkan kemampuan perang siber atau dunia maya. Dalam konstitusi pascaperang yang disusun Amerika, Jepang menyerahkan haknya untuk berperang dan sarana-sarana untuk melakukan itu.

“Invasi Rusia ke Ukraina merupakan pelanggaran serius terhadap hukum yang melarang penggunaan kekuatan dan mengguncang pondasi tatanan internasional,” sebut dokumen strategi Jepang.