Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan anggaran untuk program ini mencapai Rp 11,25 triliun dengan target 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Pencairan akan dilakukan sekaligus pada Februari 2024 sebesar Rp 600 ribu.
“Kalau untuk 3 bulan itu Rp 11,25 (triliun) untuk 18,8 juta KPM, untuk periode Januari-Februari-Maret. (Cair Februari) 3 bulan sekaligus,” kata Sri Mulyani di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (29/1/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan anggaran program tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Terkait asal posnya akan dicarikan.
“Sebagian besar sudah ada di APBN, tetapi ini memang ada beberapa perubahan-perubahan yang mungkin sifatnya merespons kondisi yang ada di masyarakat dan global,” kata Febrio.
Febrio menjelaskan selama beberapa tahun terakhir APBN didesain sebagai shock absorber untuk menjaga ekonomi dan melindungi masyarakat dari dampak kenaikan harga pangan dan energi global. Dengan kata lain bagaimana caranya APBN bisa memenuhi kebutuhan anggaran yang sudah ada maupun yang sifatnya mendadak.
“Tentunya kita akan carikan dan itu APBN akan tetap bisa fleksibel dan ini memang tentunya bagian dari strategi kita untuk mengelola APBN itu fleksibel,” ucap Febrio.
“Jadi memang kita selalu siapkan seperti beberapa tahun terakhir kita selalu menggunakan shock absorber, kalau ada kebutuhan di masyarakat yang disebabkan oleh gejolak yang kita lihat terjadi di pasar global misalnya, APBN-nya bisa tetap siap,” tambahnya.
Dalam rilis resminya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut BLT ini akan disalurkan melalui PT Pos Indonesia. Bantuan diberikan untuk memitigasi risiko pangan bagi masyarakat miskin.
“Bantuan langsung tunai dengan judul mitigasi risiko pangan untuk 3 bulan dan itu akan dievaluasi 3 bulan lagi dan 3 bulan pertama diberikan Februari yang besarnya Rp 200 ribu per bulan,” kata Airlangga.
(aid/kil/detik)