Kain Endek Bali Punya Cerita yang Sakral & Nilai Ekonomi Tinggi

0
Jakarta – Bali merupakan salah satu wilayah yang masih kental dengan unsur budayanya. Hal itu tercermin dari masih banyaknya masyarakat Bali yang senantiasa menggunakan pakaian tradisional.

Akademisi Institut Seni Indonesia Anak Agung Ngurah Anom mengatakan kain-kain yang membalut pakaian tradisional Bali memiliki cerita dan kegunaan tersendiri yang tergolong sakral. Bahkan dulu, proses pembuatan kain tradisional bukan hanya untuk menyenangkan diri pengrajin saja, namun disesuaikan dengan upacara adat apa yang akan dilakukan.

“Tapi sebelum mengerjakan mereka (pengrajin) harus tau kain tersebut digunakan untuk apa,” kata Agung seperti dikutip dari 20Detik, Kamis (1/12/2022).

Saking sakralnya, hampir setiap upacara adat Bali menggunakan kain yang berbeda. Ia menjelaskan kain bebali misalnya, biasa digunakan untuk upacara adat bayi mulai dari usia 7 hari sampai dengan 1 tahun.

Jika anak tersebut sudah memasuki usia akil baligh, maka upacara adat menggunakan kain wali. Tak hanya fungsi saja yang berbeda, secara bentuk kain wali dan bebali juga memiliki perbedaan.

Kain bebali ukurannya lebih kecil seperti selendang dengan motif mayoritas garis dan berbentuk lingkaran. Sedangkan kain wali bermotif kotak-kotak kecil yang memiliki warga dan motif berbeda.

“Di Bali itu dikenal berbagai jenis upacara mulai dari manusia lahir sampai meninggal dan setelah meninggal. Setiap rentetan upacara itu, di Bali mengenal sejumlah jenis kain,” kata Agung.

Selain dua jenis tersebut, ada juga kain endek. Kain tersebut juga memiliki syarakat makna dan cerita. Bahkan untuk kain endek double biasanya digunakan untuk upacara yang sangat sakral sekali karena dibuat dengan motif yang tidak sembarangan.

“Kemudian berkembang kain endek ada 2 jenis yang double ikat dan ikat single. Yang double contohnya gringsing digunakan untuk upacara yang sangat sakral sekali karena dibuat dengan pewarnaan alam motif tidak sembarang dan sudah ditentukan,” kata Agung.

Hal senada pun diungkapkan oleh pemilik usaha tenun Sri Widhi, Widhi. Ia mengatakan kain endek merupakan kain asli dari Bali yang memiliki banyak makna.

“Kain endek itukan punya kita warga Bali, kita berpikir untuk melestarikan,” kata Widhi.

Meskipun memiliki nilai budaya yang cukup tinggi, kain endek juga mempunyai potensi ekonomi yang cukup menjanjikan. Bahkan hasil yang didapat dari penjualan kain endek bisa mencapai puluhan juta perhari.

“Kita produksi punya reseller yang jual online dimasukin ke butik-butik ke pasar tuh Rp 10-15 juta per harinya,” kata Widhi.

Tak hanya itu, dari kain tersebut lah ia juga mampu menghadirkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Bali. Bahkan saat ini, total ada sekitar hampir ratusan karyawan yang bekerja di UMKM miliknya.

“Saya mempekerjakan tukang tenun bukan di daerah saya sendiri, ini ada yang dari Kabupaten Karang Asem dan Gianyar berjumlah saat ini 70 orang untuk tenun yang lainnya tenaga laki-laki itu dikhususkan untuk pencelupan pewarnaan di hitung-hitung tenaga hampir 100 karyawan,” katanya.

Menurutnya, roda bisnis UMKM Sri Widhi tidak terlepas dari peran Bank BRI. Pasalnya Bank BRI membantu dirinya untuk terus mengembangkan usaha.

“Karena kita kan modal pas-pasan kalau tidak dibantu dari pihak bank dari Bank BRI itu membantu sekali usaha saya untuk mempersiapkan bahan-bahan terus ongkos-ongkos,” ujarnya.

Ia berharap kerja sama dengan Bank BRI terus berlanjut sehingga bisnisnya mampu terus berkembang.

“Harapan supaya Bank BRI tidak bosan-bosannya diajak kerja sama. Kita sebagai UMKM kalau tidak dibantu kita tidak bisa begini,” tutupnya.

(akn/ega/detik)