“Kedua tentara itu adalah bagian dari kelompok yang terus minum setelah Macron meninggalkan resepsi sekitar pukul 10:00 malam, meskipun ada kewajiban menahan diri bagi pegawai negeri yang bekerja di Elysee,” kata surat kabar itu, seperti dilansir AFP, Minggu (14/11/2021).
Kedua tentara yang terlibat dalam dugaaan pemerkosaan itu merupakan sesama rekan kerja di kantor staf umum dengan keamanan tinggi di Istana Elysee, yang bertanggung jawab atas masalah sensitif pemerintah, yang kebanyakan bersifat rahasia atau sangat rahasia.
“Tentara wanita yang tidak disebutkan namanya itu langsung melaporkannya ke kantor polisi terdekat segera setelah pemerkosaan terjadi,” demikian dilaporkan Liberation.
Menurut laporan Liberation, polisi yang menerima laporan pemerkosaan langsung bertindak cepat. Tentara yang diduga sebagai ‘pemerkosa’ diamankan untuk diinterogasi.
“Polisi menahan tentara yang dituduh, seorang perwira non-komisi, untuk diinterogasi sebelum pembebasannya, dan Menteri Pertahanan Florence Parly telah memerintahkan penyelidikan paralel yang dapat membawanya ke hadapan komite disiplin,” kata Liberation.
Sumber peradilan mengkonfirmasi bahwa terduga pelaku pemerkosaan telah dinyatakan sebagai saksi pembantu usai diinterogasi oleh jaksa pada 12 Juli lalu. Dengan demikian saat ini pelaku masih belum didakwa secara resmi lantaran interogasi masih terus dilakukan.
Kejaksaan dan kantor Macron seakan menyembunyikan tuduhan pemerkosaan yang terjadi di lingkungan Istana Elysee, ketika Prancis mulai lebih terbuka dengan serangan seksual dan kekerasan terhadap perempuan, dan lebih banyak korban berbicara setelah gerakan #MeToo.
“Sejak kasus Benalla, Patrick Strzoda, kepala staf Emmanuel Macron, ingin menanggapi dengan tegas dan cepat segera setelah ada perilaku yang tidak pantas oleh siapa pun yang bekerja di Elysee,” kata sumber kepresidenan.