Pemerintah Kota (Pemkot) Depok berencana menerapkan pakaian adat untuk seragam pelajar jenjang SD sampai SMA. Penerapan pakaian adat untuk seragam pelajar ini akan berlaku pada tahun ajaran baru.
“Jenis baru mengenai seragam sekolah yang akan digunakan oleh para siswa jenjang SD hingga SMA tersebut adalah pakaian adat,” kata Kadisdik Kota Depok Siti Chaerijah saat dihubungi wartawan, Rabu (17/4/2024).
Dia mengatakan penerapan pakaian adat pada pelajar Depok akan diterapkan pada tahun ajaran baru.
“Insyaallah (diterapkan) tahun ajaran baru,” tuturnya.
Siti menjelaskan, aturan seragam sekolah itu tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022. Dalam aturan itu, terdapat 3 jenis seragam yang digunakan pelajar, yakni seragam nasional, pakaian, seragam pramuka, dan pakaian adat.
“Dalam Pasal 3 Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 disebutkan, ada tiga jenis seragam sekolah yang digunakan siswa SD hingga SMA, yakni pakaian seragam nasional, pakaian seragam pramuka, dan pakaian adat,” tuturnya.
Sementara dalam Pasal 10 dijelaskan penerapan pakaian adat digunakan pelajar pada hari atau acara adat tertentu. Sedangkan pakaian seragam nasional digunakan pelajar paling sedikit setiap Senin dan Kamis serta pada hari pelaksanaan upacara bendera.
Berikut ini isi Pasal 10 Permendikbudristek Nomor 50/2022:
(1) Pakaian Seragam Nasional digunakan Peserta Didik paling sedikit setiap hari Senin dan Kamis serta pada hari pelaksanaan upacara bendera.
(2) Pakaian Seragam Pramuka dan Pakaian Seragam Khas Sekolah digunakan Peserta Didik pada hari yang telah ditetapkan oleh masing-masing Sekolah.
(3) Pakaian adat digunakan Peserta Didik pada hari atau acara adat tertentu.
Dalam Pasal 12, pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua wali murid. Sementara itu, pengadaan pakaian adat bisa dibantu oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan memprioritaskan Peserta Didik yang kurang mampu secara ekonomi.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengkritisi penerapan pakaian adat jadi seragam sekolah oleh Disdik Depok. Huda menilai kebijakan tersebut akan membebani dan merepotkan orang tua murid.
“Merepotkan, di daerah itu kan ini menjadi unit komersial lagi yang terjadi itu, kita ingin hindari itu,” kata Huda saat dihubungi, Rabu (17/4).
Huda bicara soal prinsip sekolah yang harus menjadi tempat yang ramah bagi siswa dan orang tua siswa. Dia menyebut segala kebijakan yang membebani biaya harus dievaluasi.
“Iya, prinsipnya sekolah harus menjadi tempat ramah bagi siswa ya, ramah dalam proses pembelajaran, ramah dalam konteks tidak memberatkan, ramah pada siswa dan orang tua, ramah pada konteks penegakan disiplin dan seterusnya itu. Jadi sesuatu yang sifatnya membebani dan menjadi cost baru di sekolah. Kita minta untuk, apa pun ininya ya, kepentingannya, kita minta dievaluasi,” kata Huda.
Dia menyoroti penerapan pakaian adat jadi seragam yang tidak memperhatikan faktor siswa mampu dan tidak mampu. Selain itu, dia menilai penerapan pakaian adat terlalu jauh karena sudah adanya aturan seragam nasional untuk dipakai pada hari Senin hingga Kamis.
Selai itu, dia juga mengomentari terkait Pasal 12 Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 tentang pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua wali murid tetapi bisa dibantu oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dia menilai aturan itu berarti harus dikaji betul-betul oleh pihak sekolah.
“Ya karena itu jadi saya kira konteksnya tidak wajib dan ini fleksibel, betul-betul pihak sekolah, satuan sekolah mengkaji betul kira-kira apakah kebijakan ini memberatkan atau tidak, toh itu hanya sehari juga sebenarnya. Jumat atau peringatan hari-hari tertentu kan sebenarnya. Kalau saya usul sudah pakai baju biasa saja, iya atau batik betul,” ujarnya.
Huda lalu menganggap Kemendikbudristek tidak konsisten terkait isu ekstrakurikuler Pramuka yang ditiadakan karena alasan membebani.
“Kemendikbud saya kira tidak konsisten ya, ketika dia melarang ekstrakurikuler Pramuka, salah satu yang mereka tidak mau kan pengadaan seragam pramuka itu dan kegiatannya katanya membebani, gitu,” jelasnya.
“Sekali lagi, kalau perlu, Kemendikbud buat surat edaran baru yang intinya semua hal yang terkait dengan pengadaan seragam dan seterusnya, saya kira tidak perlu dijadikan opsi, biar itu menjadi sesuatu yang berjalan biasa di sekolah dan sekali lagi sekolah harus terbebas ramah dari semua yang semangatnya komersial dan membebani siswa dan orang tua siswa,” lanjut dia.
(jbr/dnu/detik)