Direktur Penerimaan Bukan Pajak Kementerian/Lembaga Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Wawan Sunarjo mengatakan, pihaknya belum menentukan target penerimaan dari ekspor pasir laut untuk tahun 2025.
“Untuk pasir laut baru ada PP (Peraturan Pemerintah), sehingga di 2025 belum ada targetnya,” kata Wawan dalam acara Media Gathering di Anyer, Banten, Kamis (26/9/2024).
Berkenaan dengan hal itu pula, pihaknya belum bisa membicarakan secara detail tentang target ekspor pasir laut ini. Hal ini termasuk dengan rincian potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari ekspor pasir laut.
Lebih lanjut, Wawan memberikan contoh hitungan kasar dengan mengacu harga patokan pemanfaatan pasir laut berdasarkan pada Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Kepmen Kelautan dan Perikanan Nomor 82 Tahun 2021 tentang Harga Patokan Pasir Laut dalam Perhitungan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Dalam aturan tersebut, harga patokan pasir laut dalam perhitungan tarif atas jenis PNBP untuk pemanfaatan pasir dalam negeri mencapai Rp 93.000 per m3. Sedangkan untuk pemanfaatan luar negeri atau ekspor dihargai dua kali lipatnya, yakni Rp 186.000 per m3.
“Kalau misalkan ada volume, taruh lah jika karena target 2025 belum ada, kalau saja yang diekspor 50 juta m3, maka kemungkinannya Rp 2,5 triliun (hitungan kasar), dengan harga Rp 93.000 dikali tarifnya 30-35% (rumus PNBP),” jelasnya.
Sedangkan berdasarkan hitungan kasar detikcom, apabila diasumsikan volume ekspor 50 juta m3, dikalikan dengan tarif pemanfaatan pasir laut luar negeri atau ekspor sebesar Rp 186.000 per m3 dan persentase PNBP 35%, didapatkan hasil Rp 3,25 triliun.
Di sisi lain, Wawan menekankan bahwa tidak mudah untuk menjalankan eksplorasi pasir laut ini. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sendiri mengatur ketat agar dilakukan terlebih dulu penelitian di lokasi eksplorasi.
“Memang tidak mudah melakukan eksplorasi. Sebelum mereka melakukan eksplorasi maka sedimen tersebut dilakukan penelitian dulu apakah hanya ada sedimen, apakah tidak mengandung mineral berbeda yang tidak boleh diekspor,” ujar dia.
“Pasti ada tim penilaian dari KKP. Mungkin bisa dengan KLHK untuk melihat apa betul-betul sedimen tidak ada kandungan mineral berharga,” sambungnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan alias Zulhas mengatakan peraturan izin ekspor laut itu mau tidak mau diterbitkan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Dia menekankan hal tersebut merupakan kebijakan pemerintah.
“Loh kok saya mengizinkan? Itu kan PP. Kamu tanya dong. Kan ada peraturan pemerintah, sudah lama. Jadi, kalau mau nanya, harusnya dulu. (Kan Kemendag yang menerbitkan izin ekspor?) Konsekuensi,” kata Zulhas saat ditemui di Gudang Penyimpanan Karpet, Tangerang, Senin (23/9/2024) kemarin.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bara Krishna Hasibuan memastikan perizinan ekspor pasir laut diberikan dengan persyaratan yang ketat.
Bara mengatakan belum tentu semua perusahaan yang mengajukan izin ekspor dapat mengantongi izin dari Kemendag. Menurutnya, sebelum mendapatkan izin ekspor dari Kemendag, pengusaha harus melalui proses panjang. Pengusaha tersebut harus mendapatkan izin teknis dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kalau misalnya, nanti kita tahu ada beberapa perusahaan yang mengajukan aplikasi kan. Kita lihat, kalau memang tidak memenuhi syarat, belum ada yang ini, tentu saja kita tidak akan memberikan ekspor. Ini prosesnya juga cukup panjang gitu kan, untuk memenuhi misalnya teknis, requirement teknis dari Kementerian KKP itu juga dengan Kementerian ESDM, apa saja yang harus dipenuhi. Itu semua sangat-sangat ketat gitu,” kata Bara saat ditemui di Kemendag, Jakarta, Senin (24/9/2024).
(shc/ara/detik)