Kemenpora Mulai Memonitor Kesejahteraan Eks Atlet Berprestasi

0
Kemenpora mulai memonitor kesejahteraan atlet berprestasi. (Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Jakarta -Kesejahteraan atlet masih menjadi fokus di tengah para peraih medali Olimpiade yang menerima kucuran bonus. Kemenpora mulai memonitor secara khusus hal itu.

Sebelumnya, mantan atlet dayung, Abdul Razak, yang dulu pernah tampil buat Indonesia di Olimpiade, sedang viral digambarkan jadi nelayan dengan perahu sederhana usai pensiun. Penggambaran itu lantas jadi sorotan publik di tengah keriuhan soal apresiasi buat para Olimpian Indonesia peraih medali di Olimpiade Tokyo 2020.

Merespons itu, Sekretaris Kemenpora Gatot S. Dewa Broto mengakui jika selama ini pihaknya lebih banyak terpaku kepada atlet -atlet yang masih produktif. Mulai dari pembinaan usia dini di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP), Sekolah Khusus Olahraga (SKO), sampai kemudian mereka berprestasi, khususnya di event-event internasional.

“Sampai di situ data kami lengkap. Kami akui. Nah, apa yang menjadi concern (terkait memonitor eks atlet berprestasi) sayangnya baru kami antisipasi pada era Menpora Zainudin Amali, akhir 2020. Caranya dengan melakukan kerja sama bersama Telkom untuk membuat Big Data,” kata Gatot kepada detikSport, Selasa (10/8/2021).

Big Data ini, sebut Gatot, salah satunya bertujuan untuk memonitor atlet produktif berusia muda hingga atlet yang sudah tidak produktif (mantan atlet).

“Karena tak perlu jauh-jauh, jika kami ditanya data atlet berprestasi di Olimpiade London 2012 yang nasibnya begini, mungkin kami akan kelabakan. Saya harus tanya Deputi IV dan kami akui data base kami tak rapi. Makanya dengan adanya Big Data ini kondisi itu bisa teratasi,” ujarnya.

Hanya saja, saat ini memang proses Big Data masih dalam pembangunan sistem aplikasi. Tapi, dengan baru sistem saja dampaknya sudah terasa untuk kebutuhan Olimpiade dan Paralimpiade.

“Nah, kami belum masuk ke atlet-atlet yang sudah tidak lagi produktif. Poinnya itu biar potret olahraga Indonesia, baik yang berprestasi, bibit junior, sampai yang sudah pasca prestasi akan terdata semua.”

“Tapi kalau sekarang kami gantungannya berdasarkan media dan media sosial. Seperti misalnya eks pebulutangkis Verawati Fajrin (yang tengah terbaring sakit) karena ada media sosial. Tapi dengan adanya Big Data sudah jadi semua. Ada atau tidak ada pelaporan kami sudah melakukan monitoring,” dia menjelaskan.

“Paling tidak itu mitigasi permasalahan. Kalau tidak, seperti sekarang bawaannya terkaget-kaget saja. Tapi kalau dari monitoring kami sudah ada, ‘Oh di Jayapura ada atlet misalnya mantan atlet atletik atau di Lampung banyak lifter, kami sudah tahu tanpa diberitahu publik, oleh netizen, dan tahu apa yang harus dilakukan.”

Bahkan, tidak menutup kemungkinan ada tindakan perbantuan meskipun tidak akan seluruhnya mendapat fasilitasi.

“Kami harus melihat tingkatan-tingkatan prestasinya. Mohon maaf tanpa mengurangi rasa hormat ya, ada atlet juara di Porda atau PON, kalau sudah sampai itu, tanggung jawab masing-masing Pemda. Tapi kalau yang masuk level internasional seperti SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade, lalu single event itu kami harus punya alat untuk memonitoring mereka,” tuturnya.

Gatot lantas berharap Big Data sudah bisa digunakan secara optimal pada tahun depan. Sebab, hal ini penting untuk mengetahui sejauh mana kesejahteraan para atlet. “Karena ini juga berkaitan dengan salah satu esensi dari revisi UU SKN yaitu masalah kesejahteraan atlet,” Gatot menegaskan.

(mcy/pur/detik)