Nadiem menuturkan, para guru penggerak ini dikenal sebagai guru ‘nekat’ yang berani berinovasi bagi kehidupan murid dan warga sekolahnya.
“Mereka nekat, berani melakukan perubahan, berani ngetes duluan (inovasinya), karena merasa mereka tidak hanya punya kewajiban pada murid, tetapi juga para orang dewasa di lingkungan sekolah,” tuturnya.
“Para guru-guru ini menimbulkan rasa ingin tahu dan kesenangan di kelas,” kata Nadiem.
Seperti apa aksi pada guru ini?
Dolvina Lea Ansanay, Guru Penggerak dari SMA Gabungan, Jayapura bercerita, ia mencoba pembelajaran berdiferensiasi lewat kelompok puisi, tari, menyanyi, dan artikel yang bisa dipilih siswa-siswanya sesuai minat dan bakat.
Pembelajaran berdiferensiasi atau differentiated instructions adalah manifestasi pembelajaran berpihak kepada murid yang dirancang, dilaksanakan dan dinilai untuk memenuhi kebutuhan individual murid dengan memperhatikan kesiapan belajar (readiness), minat belajar (learning interest), dan profil belajar (learning profiles). Pembelajaran berdiferensiasi berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespons kebutuhan belajar tersebut.
“Ada satu materi, pelajaran berdiferensiasi di kelas. Sangat menarik melihat minat bakat siswa. Fasilitas terbatas, tetapi fasilias itu muncul dari potensi siswa, menciptakan inovasi berdasarkan kemampuannya alami,” kisah Dolvina.
“Saya coba bagi berdasar tugas: tarian, nyanyi, artikel, dan puisi. Masing-masing masuk kelompok sesuai kebisaannya. Mereka lalu membuat karya berdasar minat bakat sendiri,” imbuhnya.
Dolvina menuturkan, dengan cara belajar dan pengekspresian hasil belajar tersebut, ia justru mengetahui kemampuan para siswanya.
“Saya sebelumnya tidak terpikir siswa punya kemampuan tersebut, tetapi mereka bisa, punya kompetensi untuk membuatnya,” tuturnya.
Sementara itu, Lili Gusni, Guru Penggerak dari UPT SDN 28 Indrapura, Kabupaten. Batubara, Sumatra Utara, menggagas inovasi media botol pintar yang diadaptasi di kabupaten-kabupaten lain.
Lili bercerita, botol pintar dibuat para siswa dari botol bekas besar dan kecil agar ramah lingkungan. Setiap botol akan dinamai botol pertanyaan, botol jawaban, botol reward, dan botol hukuman.
Rampung dibuat, botol itu disiapkan di kelas. Lili lalu akan mengisahkan legenda dan dongeng pada siswa, seperti Bawang Merah dan Bawang Putih. Usai cerita, para siswa akan berebut maju mengambil pertanyaan di dalam botol kecil. Jika menjawab benar, maka dapat hadiah makanan kecil atau sabun.
Jika salah, maka siswa akan dapat hukuman yang mendidik, seperti menyanyikan lagu Profil Pelajar Pancasila dan lainnya. Harapannya, para siswa senang belajar dan tidak takut pada soal dan pertanyaan.
Sementara itu di Bali, Plt. Kepala Sekolah Dasar Negeri 26 Pemecutan Kota Denpasar I Ketut Budi mengagas taman baca untuk murid dan warga, menggelar festival pendidikan tanpa menggunakan Dana BOS, dan mengajak para guru menggunakan platform Merdeka Mengajar.
“Pendekatannya lebih humanis untuk terapkan Kurikulum Merdeka. Menyakinkan para guru-guru senior bahwa ia tidak ditinggalkan, sama-sama belajar, saya juga belajar. Ada kedekatan karena belajar bersama. Bentuk komunitas belajar, manfaatkan platform Merdeka Mengajar untuk murid kita,” tutur Guru Penggerak berusia 35 tahun tersebut.
Lain lagi dengan Eka Widiastuti, Guru Penggerak dari Provinsi Lampung. Melihat para siswa senang bermain game, ia membuat game berbasis android yang dapat diakses tanpa kuota internet.
“Siswa saya suka main game, bagaimana caranya ini jadi alat belajar. Keterbatasannya yaitu kuota internet, karena siswa berasal dari kalangan menengah ke bawah. Jadi gimana bikin pembelajaran berbasis digital? Akhirnya bikin game based android yang bisa diakses tanpa kuota internet. Anak-anak jadi senang dan antusias,” tuturnya.
Eka juga menggagas Petak Umpet Soal ssbagai inovasi penilaian siswa agar siswa tak takut soal dan ujian matematika. Ia menuturkan, para siswa juga diajak untuk membuat soal.
Soal tersebut lalu disebar di area sekolah. Para siswa pun berkejaran mencari soal. Jawaban soal dikonfirmasi siswa-siswa lainnya.
“Jadi gurunya lebih ke mengawasi. Saya terkejut dari responsnya. Biasanya siswa takut dengan soal, ujian, kini senang mencari soal,” tutur Eka.
Selamat Hari Guru Nasional untuk semua guru dan tenaga kependidikan di Indonesia. Terima kasih untuk jasa dan inovasi tanpa henti!
(nir/nwy/detik)