Kisah Tukang Becak Peraih Emas Sea Games 1979 Kini Diangkat Khofifah Jadi Pegawai Bapenda

0
Suharto, peraih emas Sea Games 1979 yang jadi tukang becak di gubuk tinggalnya di Gresik. (Foto: Jemmi Purwodianto/detikJatim)
Gresik – Suharto, mantan atlet balap sepeda peraih medali emas SEA Games 1979 akhirnya mendapat apresiasi dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Puluhan tahun terkatung-katung jadi tukang becak setelah pensiun sebagai atlet, Suharto diangkat menjadi pegawai Bapenda sebagai pengawas keamanan di UPT PPD Gresik.

Kepada detikJatim, Suharto menceritakan awal kali pertama mendapat perhatian dari Gubernur Jawa Timur. Saat itu, Gubernur Jatim memberikan bantuan kepada beberapa tukang becak di Gresik.

“Saat bertemu itu, Bu Khofifah langsung mengenali saya. Loh pak Harto, gitu. Pas ditanya nomor HP, saya bilang nggak punya HP. Hingga akhirnya saya dibelikan HP,” kata Suharto, Rabu (19/10/2022).

Suharto menambahkan, setelah mendapatkan HP, Gubernur Jawa Timur menghubunginya. Saat itu, Khofifah mengabarkan bahwa Kepala Bapenda Jatim sudah diminta untuk memberikan Suharto pekerjaan layak.

“Saya ditemui Kepala Bapenda dan diajak menjadi karyawan Bapenda di UPT PPD Gresik. Saat itu banyak tamu ke gubuk saya ini,” imbuh Suharto.

Suharto pun mulai berkerja sejak bulan Mei 2022. Suharto resmi diangkat untuk bekerja sebagai pengawas keamanan di UPT PPD Gresik. Mendapat perlakuan khusus yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, Suharto menyampaikan terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh Gubernur Khofifah.

“Terima kasih Ibu Gubernur. Alhamdulillah saat ini hidup saya jauh lebih baik. Ini semua berkat perhatian ibu gubernur,” ucapnya.

Kisah Suharto 40 Tahun Terkatung Katung Jadi Tukang Becak dan Pemulung
Perjalanan Suharto (48), mantan atlet sepeda yang membawa harum nama Bangsa Indonesia tidak mudah. Usai pensiun menjadi atlet, ia harus menjadi tukang becak untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Setelah mendapatkan mendali emas SEA Games Malaysia 1979 untuk nomor Team Time Trial jarak 100 kilometer, ia memilih pensiun menjadi atlet. Hidup Suharto tak lantas nyaman. Dia harus menjalani hidup terkatung-katung selama 40 tahun untuk keberlangsungan hidup keluarganya.

Saat ditemui detikJatim, pria 70 tahun ini menunjukkan tempat tinggalnya di sebuah gubuk berukuran 1,5X3 meter yang terletak di belakang gudang barang bekas di Jalan Veteran 13 A no 15, Kebomas, Gresik. Gudang tersebut milik keponakannya.

Dari pantauan di lokasi, terdapat beberapa barang bekas dan sampah yang mengeluarkan bau. Kandang ayam dan burung menambah pengapnya bau di sekitar gubuk tersebut.

Belum lagi saat malam tiba, beberapa serangga akan mampir untuk mengisi kekosongan gubuk tersebut. Terlebih, gubuk tersebut tepat bersebelahan dengan makam umum.

Meski kondisi gubuk jauh dari kata tempat layak huni, Suharto mengaku lebih nyaman tinggal gubuk tersebut dari pada harus tinggal di kota asalnya Surabaya. Selama hampir lebih 40 tahun tinggal di Surabaya, ia tak pernah mendapat bantuan maupun perhatian dari pemerintah.

“Mending saya di sini, tinggal di gubuk tua, tapi di Gresik. Puluhan tahun saya tinggal di Surabaya, jangankan bantuan, didatangi lurah saja nggak pernah,” kata Suharto kepada detikJatim, Rabu (19/10/2022).

Semenjak istrinya meninggal, Suharto sempat tinggal sebatang kara di kamar kos. Lantaran menunggak selama 2 tahun, ia pun kebinggungan mencari tempat tinggal.

“Saya itu bingung, anak saya tiga, yang njawani (menghormati) ke saya itu sudah meninggal. Sekarang tinggal 2, tapi mereka nggak mau urusin saya. Bahkan, saat ibu mereka meninggal saja tidak datang,” tutur Suharto.

Beruntung, setelah lebaran lalu, keponakannya mengajak Suharto untuk tinggal di Gresik. Ia pun membawa becaknya dan menggunakan untuk mengumpulkan barang bekas.

“Saya tinggal di sini sejak lebaran lalu. Hingga sekarang saya masih tinggal di sini,” ucapnya.

Selama beberapa bulan, lanjut Suharto, ia mencari dan mengumpulkan barang bekas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selama di Gresik, mengaku mendapat perhatian pemerintah.

“Meski saya KTP Surabaya, tapi pemerintah Gresik memberikan perhatian kepada saya. Mulai lurah, wakil bupati juga pernah ke sini untuk memberi bantuan,” tambahnya.

Kehidupan Suharto pun berubah ketika ia menerima bantuan langsung dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Saat itu, Gubernur Khofifah memberikan bantuan kepada para tukang becak di Gresik.

“Waktu ketemu itu, Bu Khofifah langsung mengenali saya. Loh pak Harto, gitu. Pas ditanya nomor HP, saya bilang nggak punya dan saat itu langsung dibelikan HP,” kata Suharto.

Setelah kejadian tersebut, lanjut Suharto, ia mendapat tawaran bekerja sebagai pegawai di Bapenda UPT PPD Gresik sebagai pengawas keamanan. Ia pun menerima tawaran tersebut.

“Mendapat tawaran itu, saya sangat senang mas. Selama puluhan tahun saya mengalami kesulitan, baru kali ini mendapatkan bantuan dari pemeritnah Jawa Timur,” ujarnya.

“Saya juga mendapat tawaran untuk tinggal di salah satu ruangan Kantor UPT PPD Gresik. Tapi saya nggak mau. Sementara ini, saya ingin menyendiri di gubuk derita ini,” sambung Suharto.

Sembari menangis, Suharto menjelaskan keinginannya tetap tinggal di gubuk tersebut. Ia ingin menghilangkan rasa penyesalannya yang memilih menjadi atlet ketimbang pekerjaan lainnya. Sebab, selama istri dan anak terakhirnya masih hidup, ia tidak pernah membahagiakan keduanya.

“Kalau pada akhirnya menjadi atlet seperti ini, saya menyesal dulu menjadi atlet. Perjuangan saya membawa harum nama Surabaya hingga mengibarkan bendera Indonesia di beberapa negara tidak dianggap. Yang paling saya sesalkan, meski saya menjadi atlet, saya tidak bisa memberikan kehidupan yang lebih layak kepada anak dan istri hingga mereka meninggal,” tutup Suharto sembari menitikkan air mata.

(hil/dte/detik)