“Sebetulnya nggak hanya di perguruan tinggi, dalam proses penerimaan siswa baru di SMA pun seperti itu, rumornya, isunya seperti itu,” kata Alexander Marwata kepada wartawan, Senin (22/8/2022).
Menurut Alex, ada perbedaan jumlah siswa yang diterima secara online dengan total siswa yang diterima. Jadi, ada siswa yang diterima di luar jalur online dan belum diketahui cara mereka masuk.
“Berapa kuota yang diterima secara online sebenaranya, tetapi praktik realisasinya kalo kita cek sekolahnya, itu ada, apa istilahnya penambahan dari jumlah yang diterima secara online. Itu bagaimana mekanisme seperti itu,” sebutnya.
Alex mengaku prihatin atas isu seperti itu. Menurutnya, dunia pendidikan seharusnya jadi cikal bakal pembentukan budaya antikorupsi dan integritas.
“Tentu kita sangat prihatin, di dunia pendidikan yang kita harapkan jadi cikal bakal dalam membentuk karakter budaya antikorupsi, budaya integritas, ternyata disusupi oleh budaya seperti itu,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Alex optimistis atas Kedeputian Pendidikan yang dimiliki KPK. Dia menyebut deputi itu diharapkan dapat mendorong terciptanya budaya antikorupsi, khususnya di tataran pendidikan.
“Makanya kami tidak berkecil hati, makanya kami mempunyai Kedeputian Pendidikan yang salah satunya yaitu tujuannya adalah bagaimana kita bisa mendorong terciptanya budaya antikorupsi, budaya integritas terutama di tataran pendidikan,” tutur Alex.
Alex berharap semoga semua pendidikan antikorupsi itu tidak hanya menjadi sebuah retorika atau sekadar lip service saja. Jadi, nantinya tidak bakal ada lagi praktik korupsi dalam penerimaan siswa atau mahasiswa.
“Mudah-mudahan tidak hanya sebatas lip service atau sebatas ya retorika. Ketika, kami ada kampus mengundang kami untuk melakukan sosialisi kegiatan antikorupsi. Ternyata, ya praktiknya masih ada hal-hal seperti itu, ya,” tutup Alex.
(aik/aik/detik)