Dilansir AFP, Senin (25/4/2022), krisis pangan dan bahan bakar terjadi di Sri Lanka. Akibatnya, pemadaman listrik terjadi selama berbulan-bulan di sana.
Unjuk rasa itu terjadi pada Minggu (24/4) waktu setempat, para mahasiswa tidak hanya mendatangi tapi juga memanjat pagar kompleks kediaman PM Rajapaksa di Kolombo, setelah polisi memasang barikade di berbagai ruas jalanan setempat.
Atas aksi itu, polisi pun membuat barikade untuk mencegah para demonstran masuk ke kediaman Rajapaksa. Para polisi memakai tameng antihuru-hara saat demonstrasn mencoba merobohkan barikade.
“Anda bisa memblokir jalanan, tapi tidak bisa menghentikan perjuangan kami hingga seluruh pemerintahan pulang,” ucap salah satu pemimpin mahasiswa sembari berdiri di atas dinding kompleks kediaman Rajapaksa.
Saat demo berlangsung, kepolisian setempat sempat menyampaikan PM Rajapaksa sedang tidak ada di kediamannya saat unjuk rasa itu berlangsung. Kerumunan demonstran itu akhirnya meninggalkan kediaman PM Rajapaksa secara damai.
Selama lebih dari dua pekan ini, ribuan demonstran berkemah setiap harinya di luar kantor Presiden Gotabaya Rajapaksa, dalam aksi menuntut pengunduran dirinya dan kakaknya, PM Mahinda Rajapaksa.
Keruntuhan ekonomi Sri Lanka mulai terasa setelah pandemi virus Corona (COVID-19) melumpuhkan pendapatan vital dari pariwisata dan pengiriman uang. Negara ini tidak mampu membiayai impor produk-produk penting, yang membuat pasokan beras, susu bubuk, gula, tepung gandung dan obatan-obatan terbatas.
Situasi itu diperburuk dengan inflasi tak terkendali. Pemerintah yang tidak mampu membiayai bahan bakar juga menerapkan pemadaman listrik yang panjang setiap harinya, sementara antrean panjang terpantau di pom bensin setempat dengan orang-orang mengantre demi mendapatkan bensin dan minyak tanah.