Seperti dilansir AFP, Jumat (11/11/2022), pengunduran diri Hanashi ini menjadi pukulan lanjutan bagi pemerintahan Perdana Menteri (PM) Fumio Kishida, yang angka kepuasan publik pada kinerjanya telah mengalami penurunan.
Hal itu terjadi hanya beberapa pekan setelah Menteri Revitalisasi Perekonomian mundur karena dikritik soal keterlibatan dengan Gereja Unifikasi yang kontroversial.
Dalam sebuah pesta dengan anggota parlemen Jepang pekan ini, Hanashi dilaporkan melontarkan komentar yang menyebut jabatannya sebagai ‘posisi tidak menonjol yang hanya akan membuat pemberitaan utama pada berita tengah hari setelah memberikan stempel persetujuan untuk hukuman mati di pagi harinya’.
Jepang merupakan salah satu dari sedikit negara maju yang mempertahankan hukuman mati. Dukungan publik untuk hukuman mati tetap tinggi meskipun ada kritikan internasional.
Ketika mengumumkan pengunduran dirinya pada Jumat (11/11) waktu setempat, Hanashi mengakui dirinya telah berbicara ‘sembarangan’. Diketahui bahwa Hanashi menjabat Menteri Kehakiman sejak Agustus lalu dan dia tidak mengawasi eksekusi mati apa pun selama menjabat.
Kishida yang dijadwalkan terbang ke Kamboja pada Jumat (11/11) untuk menghadiri KTT ASEAN, terpaksa menunda sebentar keberangkatannya untuk menunjuk pengganti Hanashi.
“Saya mengakui tanggung jawab saya dalam menunjuknya sejak awal secara serius. Dengan mengatasi tantangan ke depan, saya ingin memenuhi tugas-tugas saya,” ucap Kishida dalam komentarnya.
Sekte itu menjadi sorotan sejak laporan menyebut pria yang menembak mantan PM Shinzo Abe hingga tewas, membenci organisasi keagamaan itu karena donasi yang diberikan ibunya membuat keluarga bangkrut.
Gereja Unifikasi, yang secara resmi dikenal sebagai Federasi Keluarga untuk Perdamaian dan Penyatuan Dunia, membantah telah melakukan pelanggaran.
(nvc/ita/detik)