“Hadirnya undang-undang ini merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin ketidakberulangan terjadinya kekerasan seksual. Inilah semangat dan roh perjuangan kita bersama, antara DPR RI, pemerintah, dan masyarakat sipil, yang perlu terus kita ingat agar undang-undang ini nantinya memberikan manfaat ketika diimplementasikan, khususnya bagi korban kekerasan seksual,” ujar Bintang dalam keterangannya, Selasa (12/4/2022).
Menteri PPPA menuturkan pemerintah telah melakukan rapat-rapat kerja secara intensif sejak akhir Januari hingga 11 Februari 2022 yang dikoordinasikan oleh Menteri PPPA sebagai leading sector, bersama dengan Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Hukum dan HAM. Penyusunan pandangan pemerintah dan daftar inventarisasi masalah (DIM) juga melibatkan kementerian/lembaga yang bidang tugasnya berkaitan dengan substansi yang diatur dalam UU TPKS.
Menteri PPPA menambahkan beberapa terobosan dalam RUU TPKS, antara lain:
(1) Pengualifikasian jenis tindak pidana seksual, beserta tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya,
(4) Perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak.
“Kami juga menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya atas sinergi, kolaborasi, dan komitmen yang baik dari pemerintah dan DPR RI, dan pendampingan yang luar biasa dari teman-teman masyarakat sipil. Akhirnya setelah penantian yang sangat panjang, hari ini RUU TPKS bisa kita sahkan. Tentu kami harapkan nantinya undang-undang ini dapat menjadi undang-undang yang imlementatif. Bicara soal implementatif, maka kita berbicara bagaimana nantinya kita dapat mengatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan, baik itu Peraturan Presiden, maupun Peraturan Pemerintah,” katanya.
Bintang mengatakan langkah-langkah yang akan dilakukan lebih lanjut setelah RUU ini disahkan yaitu dengan melakukan sosialisasi serta koordinasi dengan lintas kementerian/lembaga, demikian juga dengan pemerintah daerah agar undang-undang ini implementatif untuk kepentingan yang terbaik bagi korban.
Perhatian yang besar terhadap penderitaan korban juga diwujudkan dalam bentuk pemberian restitusi. Restitusi diberikan oleh pelaku tindak pidana kekerasan seksual sebagai ganti kerugian bagi korban. Jika harta kekayaan terpidana yang disita tidak mencukupi biaya restitusi, maka negara akan memberikan kompensasi kepada korban sesuai dengan putusan pengadilan.
Senada dengan Menteri PPPA, Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya mengatakan RUU TPKS berpihak dan berperspektif pada korban. Hadirnya RUU ini juga memberikan aparat penegak hukum (APH) payung hukum yang selama ini belum ada terhadap setiap jenis kasus kekerasan seksual. RUU TPKS juga merupakan wujud kehadiran negara dalam memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual yang selama ini disebut sebagai fenomena gunung es.
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang adalah hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia, serta wujud kemajuan bangsa Indonesia. “Undang-undang TPKS adalah hasil kerjasama sekaligus komitmen bersama kita untuk menegaskan bahwa di Indonesia tidak ada tempat untuk kekerasan seksual. Kami berharap implementasi dari undang – undang ini nantinya akan dapat menghadapi dan menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual, perlindungan perempuan dan anak yang ada di Indonesia,” ujar Puan.