Seperti dilansir AFP, Sabtu (25/3/2023), sejumlah pejabat setempat yang enggan disebut namanya mengungkapkan bahwa sekelompok pria, wanita dan anak-anak yang berasal dari etnis minoritas Muslim Rohingya itu ditangkap di kota Thanbyuzayat, Myanmar bagian selatan.
Tidak disebutkan lebih lanjut alasan penangkapan warga Rohingya itu. Namun diketahui bahwa warga etnis minoritas itu menghadapi larangan bepergian di wilayah Myanmar, yang oleh kelompok-kelompok HAM dinilai kondisinya mirip apartheid.
“Mereka bersembunyi di dekat hutan perbukitan antara dua desa… Kami mulai menangkap mereka sejak tengah malam setelah kami mendapatkan informasi,” tutur sejumlah sumber keamanan Myanmar.
Menurut laporan awal, kelompok warga Rohingya itu melakukan perjalanan dengan perahu dari negara bagian Rakhine dan berencana melanjutkan ke Thailand kemudian Malaysia via jalur darat.
Sejumlah orang lainnya yang bukan warga Rohingya, namun diduga anggota kelompok penyelundupan manusia, juga ditangkap. Sejumlah sumber juga menyatakan bahwa pihak kepolisian masih mencari sekitar 30 orang lainnya.
Operasi penindakan keras oleh militer Myanmar tahun 2017 lalu membuat ratusan ribu warga Rohingya kabur ke negara tetangga, seperti Bangladesh, dengan membawa cerita-cerita mengerikan soal pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran disengaja.
Dipandang secara luas sebagai penyusup dari Bangladesh, warga Rohingya ditolak status kewarganegaraannya, juga tidak mendapatkan akses pada layanan kesehatan dan pendidikan, serta diwajibkan mendapatkan izin saat bepergian.
Ribuan warga Rohingya mempertaruhkan nyawa mereka setiap tahunnya untuk melakukan perjalanan berbahaya dari kamp-kamp penampungan mereka di Bangladesh dan Myanmar demi mencapai negara mayoritas Muslim seperti Malaysia dan Indonesia.
(nvc/idh/detik)