OPINI, Penulis: Winda Eprilia
(Mahasiswi Pascasarjana Universitas Sriwijaya)
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki berbagai budaya, ras, suku, agama, dan berbagai keragaman dari sabang sampai Merauke. Perbedaan itu menguatkan sebuah pernyataan bahwa keragaman itu disatukan melalui identitas Nasional sebagai dasar untuk menjadi manusia yang beridentitaskan identitas manusia Indonesia. Warga Negara Indonesia menanamkan prinsip bahwa berbeda-beda tapi tetap satu yang sering kita kenal dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.


Semboyan Bhinneka Tunggal Ika sudah menjadi sebuah kewajiban bagi setiap warga Indonesia untuk mengetahuinya. Namun, tidak sekadar tahu saja, prinsip yang terkandung di dalamnya juga harus diterapkan dengan baik. Dalam situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, sangat jelas diterangkan bahwasanya semboyan ini bermakna persatuan dalam banyak sekali perbedaan. Baik dalam hal keyakinan, bahasa, budaya, bentuk tubuh, hingga pada konteks memberikan pendapat baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah.
Melalui penghayatan terhadap kebhinekatunggalikaan, tidak akan menciptakan batas bagi setiap daerah dalam mendukung peningkatan kualitas pendidikan yang merupakan cita-cita bangsa Indonesia. Berbagai upaya pun kerap dilakukan dari berbagai lapisan, mulai dari pemerintah, Lembaga pendidikan, ataupun masyarakat sekitar demi melahirkan manusia Indonesia yang ideal untuk menyongsong dan bersaing di era abad ke-21 seperti saat ini.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas Pendidikan Indonesia ialah dengan upaya perbaikan sistem pendidikan melalui kurikulumnya. Di Indonesia sendiri, telah terjadi 11 kali perubahan kurikulum. Dimulai pada tahun 1947 yang disebut rencana pelajaran. Pada saat itu kurikulum ini baru diperkenalkan pada tahun 1950 pada masa pasca kemerdekaan. Kemudian disempurnakan pada tahun 1952, yang disebut rencana pembelajaran terurai. Pada tahun 1964 kurikulum kembali disempurnakan dan disebut dengan rencana Pendidikan. Pada tahun 1968 adalah kurikulum pertama ketika era orde baru, dimaksudkan untuk menggantikan kurikulum 1964 yang lebih politis. Lalu pada tahun 1975 lebih dikenal sebagai Rencana Pelajaran untuk Setiap Unit Diskus. Di tahun 1984 kurikulum menggunakan model CBSA yaitu Cara Belajar Siswa Aktif. Pada tahun 1994 diperbaharui Kembali dengan menggabungkan dua kurikulum sebelumnya dari tahun 1975 dan 1984. Namun, kurikulum ini ternyata kurang efektif sehingga membuat siswa merasa kesulitan dalam belajar.
Kemudian pada tahun 2004 diubah lagi menjadi kurikulum berbasis kompetensi (BK). Lalu, dua tahun kemudian, pada tahun 2006 diubah kembali menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), dan Kurikulum KTSP diperbaharui Kembali dengan nama Kurikulum 2013 atau biasa dikenal sebagai K13. Selanjutnya, belum lama ini, Pendidikan Indonesia tengah gencar dalam penerapan kurikulum merdeka. Meski kurikulum ini belum sepenuhnya diwajibkan, tetapi pembelajaran dan penyebaran tentang kurikulum merdeka telah dilakukan sejak sekarang.
Lagi-lagi, semua pembaharuan terhadap sistem Pendidikan ini tidak terlepas dari keinginan bangsa Indonesia untuk melahirkan SDM yang berkualitas, baik di kota maupun di desa. Guru-guru terus diberikan pelatihan, baik langsung mendatangkan narasumber ke sasaran daerah, maupun guru dan tenaga kependidikan yang langsung di undang untuk belajar bersama demi kebaikan bangsa dan negara.
Penghayatan terhadap kebhinekaan membuat negara Indonesia berkembang menjadi negara yang damai antar semua suku, bangsa, agama, maupun daerah yang terpisah. Apalagi dengan dukungan perkembangan teknologi seperti saat ini, difusi inovasi Pendidikan bagi semua daerah dapat lebih mudah disebarkan dan diwujudkan tanpa menunggu waktu yang lama. Setiap pemangku kepentingan khususnya pendidik dapat mendapat informasi tentang inovasi Pendidikan melalui Instagram, web resmi kementerian Pendidikan, webinar-webinar yang diselenggarakan, maupun pelatihan yang langsung digelar oleh pemerintah. Semua orang dapat berbagi dan saling bersinergi untuk melahirkan karya ataupun memodifikasi inovasi yang sudah ada.
Kesadaran akan bangsa Indonesia yang satu dan kecintaan terhadap NKRI membuat semua lapisan berlomba-lomba untuk berkontribusi dalam memperbaiki setiap sistem yang ada, dengan semangat gotong royong dan kebhinekatunggalikaan, tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia akan melahirkan generasi intelektual yang berjiwa nasionalisme di masa depan.




