Pakistan dan negara lainnya mengatakan bahwa mereka tergerak untuk mengambil tindakan karena “meningkatnya aksi kebencian agama yang terencana dan publik yang semakin mengkhawatirkan imbas dari penodaan terhadap Alquran yang terjadi terus-menerus di beberapa negara Eropa dan negara lainnya.”
Bentuk penistaan agama
Menodai Alquran dianggap sebagai bentuk penistaan agama dalam Islam.
“Kita perlu melihat masalah ini apa adanya, yakni hasutan kebencian agama, diskriminasi, dan upaya untuk memprovokasi aksi kekerasan,” ujar Menteri Luar Negeri Pakistan Bilawal Bhutto-Zardari dalam sebuah pidato video di hadapan para anggota dewan.
“Ujaran dan tindakan penghasutan terhadap umat Islam, Islamofobia, antisemitisme, serta tindakan dan ujaran yang menargetkan umat Kristen atau kelompok-kelompok minoritas seperti Ahmadiyah, Baha’i, atau Yazidi, adalah bentuk penghinaan terhadap agama. Tindakan-tindakan tersebut menyinggung, tidak bertanggung jawab dan salah,” ujar Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Volker Türk, saat sesi pertemuan khusus itu berlangsung.
Türk menambahkan bahwa ujaran kebencian harus dilawan melalui sosialisasi, dialog, edukasi, dan keterlibatan antar umat beragama. Dia juga mengatakan bahwa provokasi seperti aksi pembakaran Alquran di depan umum “tampaknya dibuat untuk mengekspresikan penghinaan dan mengobarkan kemarahan, mendorong perpecahan di antara orang-orang dan bentuk provokasi, untuk mengubah perbedaan perspektif menjadi kebencian dan, mungkin, tindakan kekerasan.”
“Didukung oleh kekuatan pasang surut media sosial dan dalam konteks meningkatnya perselisihan dan polarisasi internasional serta nasional, ujaran kebencian dalam berbagai bentuk semakin meningkat di mana-mana,” kata Türk.
Türk menambahkan bahwa, “hal ini berbahaya bagi individu dan dapat merusak kohesi sosial yang diperlukan untuk menjalankan fungsi yang baik di seluruh masyarakat.”
Kebebasan berpendapat harus seimbang dengan kebebasan beragama
Insiden terbaru yang menjadi sorotan dunia pada tanggal 28 Juni lalu, saat sebuah Alquran dibakar di depan masjid utama Stockholm di Swedia memicu reaksi global di kalangan umat Islam.
Pakistan dan anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) berharap segera mendapatkan resolusi yang disahkan atas permasalahan aksi pembakaran Alquran, setidaknya pada hari Selasa (11/07) atau di akhir pekan ini.
Terlepas dari pernyataan hukum atau keyakinan pribadi, Türk berpendapat bahwa, “setiap orang perlu bertindak dengan selalu menghormati orang lain.”
Pemerintah sayap kanan Swedia mengutuk tindakan “Islamofobia” tersebut, tetapi mengatakan bahwa pemerintah tetap memiliki kewajiban untuk memastikan adanya “hak kebebasan berkumpul, berekspresi, dan berdemonstrasi yang dilindungi oleh konstitusi.”
Menanggapi hal tersebut, Türk mengatakan bahwa “setiap batasan nasional terhadap hak yang lebih besar atas kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi, harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga satu-satunya tugas, satu-satunya hasil, adalah melindungi setiap individu dan bukan melindungi doktrin agama dari analisis kritis.”
Türk juga memperingatkan tentang adanya peningkatan gelombang ujaran kebencian, di mana banyak individu secara terus-menerus menjadi sasaran pelecehan karena agama, warna kulit, atau bahkan orientasi seksualnya.
Media sosial, kata Türk, telah memicu konflik dan polarisasi nasional serta internasional. Dia mengatakan bahwa beberapa kelompok masyarakat tengah berjuang melawan penyalahgunaan agama untuk tujuan politik.
Sidang ini merupakan sesi kedua dari tiga sesi pertemuan tahunan UNHRC, yang akan berlangsung hingga hari Jumat (14/07).
kp/ha (AFP, dpa, Reuters)
(ita/detik)