
Paris -Pengadilan Prancis telah menjatuhkan vonis terhadap seorang pria yang menampar Presiden Emmanuel Macron di depan umum, pekan ini. Vonis dijatuhkan dalam sidang yang digelar kilat pada Kamis (10/6) waktu setempat.
Seperti dilansir AFP, Jumat (11/6/2021), Damien Tarel (28) dijatuhi hukuman 18 tahun penjara oleh pengadilan, namun 14 bulan ditetapkan sebagai hukuman percobaan sehingga Tarel hanya akan mendekam di penjara selama empat bulan.
Tarel ditahan sejak melakukan tindak penyerangan terhadap Macron pada Selasa (8/6) waktu setempat. Dalam persidangan di kota Valence, jaksa menyebut tindakan Tarel itu ‘benar-benar tidak bisa diterima’ dan merupakan ‘tindak kekerasan yang disengaja’.
Dalam putusannya, pengadilan mengabulkan tuntutan jaksa untuk menjatuhkan vonis 18 bulan penjara. Namun hakim yang memimpin persidangan ini menyatakan Tarel hanya harus menjalani masa hukuman empat bulan di dalam penjara.

Sebelumnya dilaporkan bahwa Tarel terancam hukuman maksimum tiga tahun penjara dan hukuman denda 45 ribu Euro, setelah didakwa atas tindak penyerangan terhadap tokoh publik. Di bawah undang-undang yang berlaku di Prancis, vonis penjara kurang dari dua tahun bisa diubah menjadi hukuman non-penahanan.
Usai vonis dijatuhkan, Tarel langsung memulai masa hukumannya di penjara setempat.
Tarel yang berambut gondrong dan menggemari sejarah abad pertengahan ini menuturkan kepada penyidik bahwa dirinya ‘bertindak secara naluriah dan tanpa berpikir’ setelah menunggu Macron di luar sebuah sekolah yang dikunjunginya di kota kecil Tain-l’Hermitage.
Di pengadilan, seperti dilaporkan saluran berita BFM, dia menyampaikan simpati untuk gerakan antipemerintah ‘rompi kuning’ dan bahkan mengakui bahwa dirinya bersama dua temannya sempat mempertimbangkan untuk melemparkan telur atau pai krim ke arah Macron dalam kunjungannya.
“Macron mewakili kemunduran negara kita,” ucap Tarel dalam persidangan yang digelar secara cepat itu.
Laporan BFM juga menyebut bahwa Tarel yang seorang pengangguran dan menghidupi dirinya dari tunjangan pacarnya yang penyandang disabilitas ini, menyatakan dirinya kesal atas keputusan Macron untuk datang dan menyapa warga termasuk dirinya.
Tarel menyebutnya sebagai ‘taktik pemilu yang tidak saya apresiasi’. Dia menilai keputusan Macron menyapa warga sebagai bagian dari strategi ‘untuk menargetkan kaum muda Prancis’ karena dia akan kembali mencalonkan diri dalam pemilu tahun depan.
Dalam video insiden itu, Macron yang tersenyum terlihat berjalan mendekati kerumunan warga, termasuk Tarel, yang menunggu di belakang pagar pembatas.
“Ketika saya melihat tampangnya yang ramah dan pendusta, saya memahami bahwa dia ingin mengubah saya menjadi seseorang yang akan memilihnya,” ucap Tarel dalam persidangan.
Tamparan ke Macron, sebut Tarel, dilakukan setelah dirinya ‘dibanjiri perasan tidak adil’.
Menanggapi insiden yang menimpanya ini, Macron berusaha memperingan situasi dengan menyebutnya ‘peristiwa terisolasi’. Dia bahkan berjanji untuk tetap menyapa langsung warga meski ada kekhawatiran keamanan.
Dalam putusannya, pengadilan juga memerintahkan Tarel untuk mencari pekerjaan atau mengikuti program pelatihan kerja, dan melarangnya membawa senjata apapun selama lima tahun.
(nvc/ita/detik)