Ketua Umum Apkasindo Gulat ME Manurung, mengatakan, aksi ini dilakukan untuk menyikapi Larangan Ekspor Minyak Goreng dan CPO yang berdampak langsung kepada anjloknya harga TBS (tandan buah segar) kelapa sawit, terkhusus sentra perkebunan kelapa sawit.
“Jakarta akan menjadi sentra utama Aksi Keprihatinan Petani Sawit Indonesia yang diadakan pada 17 Mei 2022 di Kantor Kemenko Perekonomian RI dan Patung Kuda Monas, selanjutnya kami akan ke Istana Presiden bertemu Pak Jokowi untuk menyampaikan usulan kami,” kata Gulat dalam keterangan resminya, Senin (16/5/2022).
“Petani sawit yang datang ke Jakarta mulai dari Aceh sampai Papua Barat akan berpakaian adat-budaya masing-masing, kami ingin menunjukkan sawit itu pemersatu bangsa dan anugerah Tuhan kepada Indonesia”, ujarnya.
Indra Rustandi, Ketua Apkasindo Provinsi Kalimantan barat (Kalbar), Indra Rustando mengatakan sedang dalam perjalanan dari Kab Sintang menuju Pontianak. Total petani dari Kalbar yang ke Jakarta sebanyak 25 orang.
“Kami sangat bersemangat ke Jakarta ingin bertemu Pak Jokowi, karena kami melihat Kementerian terkait tidak becus mengurus kami petani sawit. Lihat saja Dirjen Perkebunan sudah hampir 2 tahun Plt (pelaksana tugas), jadi bagaimana kami dapat perhatian? Padahal sawit sangat strategis dan roh ekonomi Indonesia dalam 5 tahun terakhir, apalagi Menteri Perdangan yang sudah membuat kami menderita,” tutur Indra.
Kembali ke Gulat, dia mengatakan ini sudah kritis, dari 1.118 pabrik sawit se-Indonesia paling tidak 25% telah setop pembelian TBS sawit petani. Ini terjadi setelah harga TBS petani sudah anjlok 40%-70% dari harga penetapan Disbun dan ini terjadi secara merata sejak larangan ekspor, tanggal 22 April lalu.
“Kami berpacu dengan waktu karena sudah rugi Rp 11,7 triliun sampai akhir April lalu, termasuk hilangnya potensi pendapatan negara melalui Bea Keluar, terkhusus Pungutan Ekspor dimana sejak Februari sampai April sudah hilang Rp.3,5 Triliun per bulannya,” urai Gulat.
Kedua, Meminta Presiden Joko Widodo untuk meninjau ulang kebijakan larangan ekspor sawit dan produk MGS serta bahan bakunya karena dampaknya langsung ke harga TBS sawit.
“Kami yakin pasti clear kalau TNI-POLRI sudah dilibatkan. Contohnya saja program vaksin sukses dan cegah karhutla (kebakaran hutan dan lahan), hasilnya asap langsung hilang sejak 2015 sampai sekarang,” ujarnya.
Keempat, Dengan segera Pemerintah membuat regulasi yang mempertegas PKS dan Pabrik MGS harus 30% dikelola oleh Koperasi untuk kebutuhan domestik, biar urusan eksport di urus oleh Perusahaan besar, sehingga kejadian saat ini (kelangkaan MGS) tidak bersifat musiman (tidak terulang lagi).
Kelima, meminta Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Menteri Pertanian supaya merevisi Permentan 01/2018 tentang Tataniaga TBS (Penetapan Harga TBS), karena harga TBS yang diatur di Permentan 01 tersebut hanya ditujukan kepada petani yang bermitra dengan perusahaan. Padahal petani bermitra dengan perusahaan hanya 7% dari total luas perkebunan sawit rakyat (6,72 juta ha).
“Gak masuk akal yang 93% (petani swadaya) terabaikan haknya dalam harga TBS Disbun,” tegas Gulat.
“Untuk kegiatan aksi ini kami sudah mengirim surat pemberitahuan ke Kapolri, Polda Metro Jaya sampai ke Kapolres di 146 Kabupaten Kota DPD Apkasindo,” tuturnya.