Dilansir Anadolu Agency dan Al Jazeera, Selasa (12/3/2024), para jemaah terlihat salat di atas sajadah yang mereka letakkan di atas tanah. Mereka terlihat salat mengenakan jaket karena harus melaksanakan salat di ruang terbuka saat malam hari saat musim dingin.
Tampak lokasi salat hanya disinari beberapa lampu darurat dan juga api unggun. Rumah-rumah di sekitar reruntuhan masjid itu terlihat gelap.
Selain itu, ada juga warga di Deir al-Balah, Gaza Tengah, yang menggelar salat di dekat tenda-tenda pengungsian. Mereka salat di lapangan terbuka tanpa atap dan juga pencahayaan yang memadai.
Ada juga warga yang salat di masjid yang masih berdiri. Tampak beberapa warga menangis saat salat.
Serangan Israel diketahui terus berlanjut dan daftar warga sipil yang terbunuh semakin bertambah dari hari ke hari. Tidak ada indikasi serangan Israel akan berhenti selama Ramadan.
Salah satu pedagang di pasar Deir el-Balah, Atia Harb, bercerita betapa menyedihkannya Ramadan tahun ini. Harb telah mengungsi bersama keluarganya yang berjumlah 11 orang dari Sheikh Redwan di Gaza utara.
“Ramadan tahun ini sangat berbeda. Terdengar suara bom dan ambulans yang melaju tanpa henti,” ujarnya.
“Saat ini, kebanyakan orang berada di tempat penampungan, tenda darurat, dan di jalanan. Mereka kehilangan rumah, tempat perlindungan mereka,” sambung Harb.
Jabr Mushtaha yang dulunya pembuat manisan di Gaza juga menceritakan betapa suramnya Ramadan kali ini. Dia mengatakan tokonya sudah hancur dan dia harus mengungsi.
“Toko manisan saya di Gaza dulunya sangat sibuk dengan pelanggan Ramadan setiap tahunnya. Sekarang sangat berbeda. Toko dibom, rumah saya dibom, dan saya menjadi pengungsi,” ucapnya.