“Penelitian ini mendorong saya untuk mengulang lagi permohonan maaf, di sini dan saat ini: Atas kekerasan ekstrem yang sistematis dan meluas yang dilakukan Belanda pada tahun-tahun itu dan pandangan yang konsisten oleh kabinet-kabinet sebelumnya, saya menyampaikan permintaan maaf yang mendalam atas nama pemerintah Belanda kepada rakyat Indonesia hari ini,” kata Rutte dalam keterangan resminya, dilansir situs resmi Pemerintahan Nasional Belanda (De Rijksoverheid. Voor Nederland), Kamis (17/2/2022).
Dia juga menyampaikan tanggapannya atas penelitian tersebut via Twitternya, @MinPres. Ini adalah reaksi pertama dari Mark Rutte atas nama kabinet setelah presentasi penelitian sejarah senilai 4,1 juta Euro itu. Penelitian itu berjudul ‘Dekolonisasi, Kekerasan dan Perang di Indonesia, 1945-1950’.
Untuk periode sejarah 1945-1950 di Indonesia, Mark Rutte menyebutnya sebagai ‘lembaran hitam dalam sejarah kita’, dan ‘babak menyakitkan dalam sejarah kita’. Permintaan maaf Rutte, kata dia, mengulang kembali permintaan maaf Belanda pada 2020 lewat Raja Belanda. Saat itu, Raja Belanda meminta maaf ke Indonesia atas kekerasan 1945-1949.
Hasil penelitian itu kata dia seperti sejarah menyakitkan yang tiba-tiba datang lagi. Namun, pemerintah Belanda harus menghadapi fakta-fakta memalukan itu. Saat ini, sikap pemerintah Belanda berbeda dengan era Perdana Menteri Piet De Jong pada 1969 yang menyatakan bahwa tentara Belanda sudah bertindak benar di Indonesia.

“Pada tahun 1945-1949, Belanda menjalankan perang kolonial di Indonesia, sebagaimana peneliti katakan, ada ‘penggunaan kekerasan ekstrem yang sistematis dan meluas’, hingga penyiksaan. Kekerasan ekstreme yang dalam kebanyakan kasus tidak diganjar hukuman,” kata Rutte.
(dnu/tor/detik)