Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengatakan, aturan kerja debt collector harus mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 35 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
“Ada ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi. Pertama, perusahaan debt collector harus berbentuk PT dan pegawai penagihan harus memiliki sertifikasi dari asosiasi,” kata Fadil di Polda Metro Jaya, Senin (6/3/2023).
Fadil mengatakan, pihaknya juga akan bekerja sama dengan OJK ataupun APPI (asosiasi perusahaan pembiayaan Indonesia). Kerja sama dilakukan untuk melatih debt collector tata cara penagihan yang benar agar tidak adanya ancaman.
“Nah ini mungkin bisa kita kerjasamakan dengan Polda Metro Jaya dalam bentuk pelatihan dan pendidikan terhadap perusahaan tersebut dan karyawannya, karyawan bagian penagihan, agar pelaksanaan penagihan sesuai ketentuan yang diamanatkan OJK,” jelasnya.
“Ingin kita latihkan, tidak boleh lagi ada cara-cara penagihan yang bertentangan dengan hukum, apapun bentuknya, pengancaman, perampasan di tengah jalan. Ini tidak boleh lagi terjadi,” ujarnya.
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menjelaskan, sebelum bertemu dengan Clara, para debt collector tersebut menemui sopir Clara dan merampas kunci mobil. Debt collector tersebut juga sempat mengancam sopir.
“Sebelumnya menemui sopir, tiba-tiba merampas kunci mobil dan menurut keterangan sopir ini mengancam ‘saya bunuh kamu’, diambil kuncinya, ambil mobilnya, masuk ke dalam (apartemen),” katanya.
Saat berada di apartemen tersebut terjadi perdebatan antara Clara Shinta dan para debt collector. Clara Shinta saat itu meminta para pelaku menunjukkan surat tugas.
“Terjadi perdebatan untuk menunjukkan dokumen, surat tugas dan sebagainya yang sebagai persyaratan dalam tugas penarikan,” ungkap Hengki.
Saat itu, diketahui ada seorang anggota Bhabinkamtimbas Polsek Tebet yang datang ke lokasi. Bhabinkamtimbas ini mencoba menengahi antara Clara dengan debt collector.
“Kemudian dicoba ditengahi oleh Bhabinkamtibmas yang bertugas di sana, yang tugasnya adalah sebagai problem solver antara masyarakat. Karena terjadi hal seperti itu akan didamaikan, justru diadakan perlawanan oleh kelompok ini,” kata Hengki.
Hengki mengatakan perbuatan debt collector tersebut bukan hanya memaki polisi. Tetapi lebih kepada melawan perintah petugas di lapangan.
“Ini bukan hanya sekadar memaki, ini bukan memaki. Tetapi adanya paksaan fisik dan psikis sehingga petugas yang sendirian ini bisa berbuat atau tidak berbuat. Bukan hanya sekadar memaki, ada ancaman fisik dan psikis dan ancaman kekerasan,” jelasnya
“Sehingga kami terapkan Pasal 214 KUHP tentang pengancaman terhadap petugas dengan ancaman maksimal 7 tahun,” katanya.
(wnv/mea/detik)