Rumah yang dijadikan tempat produksi upal itu berada di Parakan Muncang, Sumedang. Polisi berhasil membongkar ‘pabrik’ upal itu setelah mengamankan salah seorang pelaku Widodo Maryanto.
“(Polisi berhasil mengamankan salah satu tersangka) waktu kejadiannya pada hari Kamis tanggal 19 September 2024 pukul 21.00 WIB tempat kejadian di Desa Mekarmulya, Kecamatan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka,” kata Kapolres Majalengka AKBP Indra Novianto, Selasa (24/9/2024).
Modus Widodo terbongkar saat dirinya membayar utang. Dia membayar utang sebesar Rp4 juta menggunakan upal.
“Jadi awal mula kronologis kejadian, tersangka atas nama WM ini mempunyai hutang sebesar Rp4 juta. Kemudian dari uang Rp4 juta tersebut itu dicampur antara uang asli dan uang palsu. Setelah itu tersangka tersebut membayarkan Rp4 juta tersebut kepada saudara saksi,” jelas Indra.

“Nah, setelah saudara saksi ini melihat bahwa ada perbedaan antara uang, kemudian saudara saksi tersebut melaporkan kejadian ini ke Polres Majalengka dalam hal ini Sat Reskrim,” sambungnya.
Setelah mengamankan Widodo, polisi langsung melakukan penyelidikan lebih lanjut. Dari hasil penyelidikan, sedikitnya ada 4 orang yang diamankan terkait percetakan dan peredaran upal ini. Para pelaku sendiri merupakan warga Majalengka, Sumedang, dan Bandung.
“Kemudian dari hasil interogasi saudara WM, kami kembangkan lagi ke Bandung. Di Bandung muncul dua nama tersangka, AS (Agus Supriadi) dan DS (Deni Sugiyanto). Setelah itu kami lakukan penyelidikan dan kami amankan saudara AS dan DS. Kemudian dapat lagi tersangka satu orang tersangka (inisial) MN (M Nurjaman asal Sumedang),” ujar Indra.
Dari ‘pabrik’ upal, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti. Upal dolar pecahan 50 dan 100 yang nilainya mencapai kurang lebih Rp2,5 miliar serta uang pecahan Rp10 ribu, Rp50 ribu dan Rp100 ribu yang nilainya kisaran Rp37.220 juta adalah barang bukti yang berhasil diamankan. Selain itu polisi juga berhasil menyita mesin pencetak upal.
“Barang bukti yang kami amankan ada 301 lembar pecahan Rp100 ribu yang diduga uang palsu. Kemudian 762 lembar pecahan Rp10 ribu yang diduga uang palsu. Kemudian 1.900 lembar pecahan Rp50 dolar US. Kemudian 692 lembar pecahan Rp100 dolar. Kemudian kami juga mengamankan alat pencetak uang palsu tersebut,” ucapnya.
Dalam praktiknya, para tersangka telah memasarkan upal tersebut di wilayah Majalengka. Namun demikian, polisi akan mendalami lagi lebih luas ‘pasar’ pengedar upal para tersangka. Mereka melakukan aktivitas itu kurang lebih selama 5 tahun.
“(Praktik pembuatan dan peredaran upal) dari 2019. Kebetulan di wilayah Majalengka itu di Kecamatan Lemahsugih, Malausma dan banyak lagi termasuk Kecamatan Maja,” katanya.
Atas perbuatannya itu mereka dijerat pasal 26 ayat 1, 2, dan 3 junto pasal 36 ayat 1, 2, dan 3 Undang-undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang.
“Adapun bunyi ayat 1 setiap orang memalsukan rupiah sebagaimana dimaksud pasal 26 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak 10 miliar rupiah. Ayat 2 setiap orang menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan rupiah palsu sebagaimana dimaksud pasal 26 ayat 2 dipidana paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak 10 miliar. Pasal 3 setiap orang mengedarkan atau membelanjakan rupiah yang diketahuinya merupakan rupiah palsu sebagaimana dimaksud pasal 26 ayat 3 dipidana paling lama 15 tahun dan pidana paling banyak 50 miliar,” beber Indra.
Sementara itu, manager pengelolaan uang rupiah Bank Indonesia (BI) kantor perwakilan wilayah Cirebon, Suradiyono mengimbau agar masyarakat lebih waspada terhadap upal. Masyarakat bisa membedakan ciri-ciri upal dengan uang asli dari melihat dan merasakan.
“Sekilas saya lihat dari tingkat warna. Kalau uang asli warnanya jelas dan terang, kalau ini agak buram. Kedua meraba, kalau untuk uang palsu ini bisa dirasakan sangat alus tidak ada cetakan timbul. Kalau yang asli bisa dilihat dan diraba,” jelas Suradiyono.
Peredaran Upal Marak Jelang Pilkada
Suradiyono juga mengatakan peredaran uang palsu (upal) juga marak di momen Pilkada. Hal ini seiring santernya isu politik uang.
“Untuk peredaran upal di wilayah Cirebon, khusus pulau Jawa boleh dibilang sangat tinggi. Tapi memang di momen-momen tertentu seperti Pemilihan Presiden (Pilpres), Pilkada, maupun Pileg menjadi momen para oknum untuk menyebarkan uang palsu,” kata Suradiyono.
Meningkatnya peredaran upal saat Pilkada tak hanya terjadi di tahun ini. Setiap memasuki hajat Pemilu kasus kejahatan peredaran upal marak terjadi.
“Memang di tahun-tahun pemilu itu biasanya, umumnya kalau kita lihat dari data agak meningkat. Walaupun alhamdulillah temen-temen dari kepolisian ini yang bekerja sama dengan kami juga memberikan effort yang luar biasa, sehingga beberapa kasus bisa kita ungkap,” ujarnya.
Suradiyono menyampaikan kasus peredaran upal di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning) tidak meningkat secara signifikan. Akan tetapi, masyarakat diminta tetap waspada.
“Walaupun tidak terlalu signifikan yah untuk wilayah Ciayumajakuning secara keseluruhan, tapi tetap perlu diwaspadai juga. Nggak terlalu banyak sih tapi khusus di bulan Agustus ini sudah mencapai 3.900 bilyet yang dilaporkan pihak kepolisian sebagai barang bukti maupun permintaan klarifikasi dari masyarakat,” ucapnya.
Suradiyono menyampaikan, untuk mengantisipasi peredaran upal masyarakat harus bisa membedakan dengan yang asli. Sejauh ini pihaknya juga getol melakukan sosialisasi cara membedakan uang asli dengan upal.
“Yang paling pertama kami dari Bank Indonesia sering melakukan kegiatan literasi melalui edukasi cinta bangga paham rupiah. Dalam point cintanya adalah mengenali ciri-ciri keaslian rupiah, cara menjaga serta cara merawat uang itu sendiri. Ini kan sebuah upaya masyarakat mengetahui ciri-ciri keaslian uang rupiah sehingga nanti mereka nanti bisa membedakan secara langsung,” jelasnya.
“Seperti yang tadi saya sampaikan ada dengan 3D (diraba, dilihat dan diterawang), namun juga ada beberapa alat bantu yang bisa digunakan seperti yang bisa kita sarankan untuk temen-temen perbankan di semua usaha sehingga paling tidak mencegah peredaran uang palsu ini,” tambahnya.
(dir/detik)