Polri Buru Aktor Intelektual di Balik Perdagangan Orang Jaringan Kamboja

0
Jakarta – Bareskrim Polri membongkar kasus jaringan internasional tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Kamboja. Polri mengatakan jaringan ini sudah beraksi sejak 2019.

“Dari keterangan tersangka, jaringan ini telah melakukan aktivitas perekrutan dan pengiriman pekerja migran ilegal sejak tahun 2019 dan pendapatannya mereka peroleh berkisar puluhan miliar rupiah,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Djuhandhani Rahardjo Puro di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, pada Jumat (10/2/2023).

Djuhandhani menambahkan, Bareskrim bekerja sama dengan PPATK untuk mengetahui aliran dana dari para tersangka. Saat ini Bareskrim juga memburu aktor intelektual dalam kasus tersebut.

“Kami akan terus mengembangkan kasus ini dengan bekerja sama dengan PPATK untuk mengetahui sejauh mana aliran transaksi keuangan milik tersangka dan jaringannya untuk menjerat aktor intelektual di balik semua ini,” kata dia.

“Termasuk pihak-pihak yang memuluskan pengiriman atau pekerja migran secara ilegal,” imbuhnya.

Selain PPATK, Bareskrim berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memblokir akun perekrut korban.

“Kemudian kami juga bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri, Divhubinter Polri untuk membantu pengungkapan jaringan yang berada di luar negeri. Kami juga terus berkoordinasi dengan Kominfo, Direktorat Siber untuk melaksanakan kegiatan patroli siber guna memblokir akun-akun yang digunakan oleh para perekrut dan korban,” jelas dia.

Dalam kasus ini, para korban diiming-imingi mendapat gaji besar. Korban juga dijanjikan bekerja di Inggris hingga Korea Selatan. Namun faktanya justru dipekerjakan sebagai operator judi online hingga situs porno.

Lima tersangka kasus TPPO ini sudah ditangkap. Para tersangka dijerat Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara minimal 3 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta. Serta Pasal 81 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.
(idn/detik)