“Tanpa aksi nyata yang tegas, bencana nuklir hanya soal waktu,” kata Retno dalam pertemuan itu seperti dalam keterangan pers Kementerian Luar Negeri, Kamis (2/3/2023).
Retno mengatakan resiko bencana nuklir ini juga semakin besar. Terlebih, kata dia, banyak negara yang saling beradu teknologi nuklir.
“Resiko ini semakin besar seiring menajamnya rivalitas antar-kekuatan besar,” ucap Retno.
Retno pun menegaskan upaya perlucutan senjata nuklir juga telah mandek selama lebih dari seperempat abad akibat tidak adanya kemauan politik, kompleksitas situasi keamanan global, dan masih adanya mentalitas Perang Dingin. Atas dasar itu lah, dia menyampaikan tiga hal yang perlu dilakukan oleh dunia.
“Pertama, membangkitkan kembali kemauan politik. Harus ada aksi nyata yang dilakukan untuk mencapai perlucutan senjata nuklir. Fokus utama yang perlu didorong adalah Negative Security Assurances (NSA) yang mengikat secara hukum,” ujar dia.
“NSA adalah adanya jaminan bahwa negara pemilik senjata nuklir tidak akan menggunakan atau mengancam penggunaan senjata nuklir kepada negara non-pemilik senjata nuklir,” lanjut dia.
Kemudian, dia menyebut yang kedua yakni memperkuat arsitektur perlucutan senjata nuklir dan non-proliferasi. Dan yang terakhir memfasilitasi kepatuhan terhadap zona bebas senjata nuklir.
“Sebagai Ketua ASEAN tahun ini, Indonesia akan terus memajukan zona bebas senjata nuklir di kawasan Asia Tenggara,” tegas Menlu.
(maa/detik)