Putin Setujui Dekrit Penggunaan Senjata Nuklir, China Serukan Ini!

0
Beijing – Otoritas China turut mengomentari langkah terbaru Presiden Rusia Vladimir Putin yang menyetujui perubahan doktrin nuklir negaranya, saat ketegangan meningkat setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengizinkan Ukraina menyerang Moskow dengan rudal jarak jauh pasokan negara-negara Barat.

Kementerian Luar Negeri China, seperti dilansir AFP, Rabu (20/11/2024), menyerukan semua pihak untuk “tenang” dan “menahan diri” usai Putin, pada Selasa (19/11) waktu setempat, menandatangani dekrit yang menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir Rusia.

“Dalam situasi saat ini, semua pihak harus tetap tenang dan menahan diri, bekerja sama melalui dialog dan konsultasi untuk meredakan ketegangan dan mengurangi risiko strategis,” cetus juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, saat ditanya soal langkah terbaru Putin tersebut.

“Sikap China yang mendorong semua pihak untuk meredakan ketegangan dan berkomitmen terhadap resolusi politik bagi krisis Ukraina tetap tidak berubah,” tegasnya.

“China akan terus memainkan peran konstruktif dalam hal ini,” cetus Lin dalam pernyataannya.

Rusia memberikan reaksi keras terhadap keputusan Biden, yang segera mengakhiri masa jabatannya, untuk mengubah kebijakan AS mengenai Ukraina dan mengizinkan Kyiv menggunakan rudal jarak jauh pasokan AS untuk menyerang lebih dalam ke wilayah Rusia.

Putin, pada Selasa (19/11), menandatangani dekrit yang memungkinkan Moskow menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non-nuklir, seperti Ukraina, jika negara itu melancarkan serangan konvensional dengan didukung oleh negara lainnya yang memiliki kekuatan nuklir.

Menyusul perubahan doktrin nuklir Rusia itu, seorang pejabat senior Ukraina mengatakan kepada AFP bahwa pasukan Kyiv telah melancarkan serangan terhadap wilayah Bryansk di Rusia pada Selasa (19/11) dengan menggunakan rudal ATACMS — merujuk pada Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat yang dipasok AS.

Langkah terbaru Rusia mengubah doktrin nuklir itu menuai kecaman AS, Inggris dan Uni Eropa yang menyebutnya sebagai “retorika yang tidak bertanggung jawab”.

Sementara Presiden Prancis Emmanuel Macron, saat berbicara kepada wartawan di sela-sela KTT G20 di Brasil, mengungkapkan dirinya telah meminta Presiden China Xi Jinping untuk “menggunakan semua pengaruhnya” dengan Putin dalam upaya mewujudkan deeskalasi.

Macron mengatakan China, yang merupakan sekutu Rusia, memiliki “kapasitas untuk bernegosiasi dengan Presiden Putin sehingga dia menghentikan serangan-serangannya” terhadap Ukraina.

China selama ini menampilkan diri sebagai pihak netral dalam konflik Rusia-Ukraina, dan menegaskan pihaknya tidak mengirimkan bantuan mematikan pada kedua negara itu, tidak seperti AS dan negara-negara Barat lainnya.

Namun Beijing tetap menjadi sekutu dekat Moskow dalam bidang politik dan ekonomi. Negara-negara anggota NATO menyebut China sebagai “pendukung yang menentukan” dalam perang yang berkecamuk di Ukraina sejak tahun 2022 lalu, yang tidak pernah dikecam oleh Beijing.

(nvc/ita/detik)