Dilansir dari AFP, Jumat (1/10/2021), Federasi Palang Merah Internasional dan Masyarakat Bulan Sabit Merah (IFRC) memperingatkan kurangnya pendanaan telah menyebabkan sistem kesehatan Afghanistan ke dalam situasi sulit.
Situasi itu sangat merugikan sektor kesehatan, yang utamanya dikelola oleh LSM-LSM dengan pendanaan internal sebelum Taliban berkuasa.
“Lebih dari 2.000 fasilitas kesehatan telah tutup,” ucap Matheou kepada AFP pada akhir kunjungan empat hari ke Afghanistan.
Selain itu, ada 20.000 tenaga kesehatan di Afghanistan yang tidak lagi bekerja atau masih bekerja tanpa bayaran. Dari angka itu, lebih dari 7.000 orang di antaranya adalah wanita.
Tutupnya ribuan fasilitas kesehatan juga mengganggu proses vaksinasi Corona di negara tersebut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa kurang dari seperlima fasilitas kesehatan di Afghanistan masih berfungsi penuh, dengan dua pertiga di antaranya kekurangan obat-obatan penting.
Baru 1 persen warga Afghanistan yang telah menerima satu dosis vaksin dan ada lebih dari 1 juta dosis vaksin Corona yang menunggu didistribusikan. Vaksin-vaksin Corona itu, sebut Matheou, akan kedaluwarsa pada akhir tahun ini.
Klinik-klinik itu, yang melayani sekitar 1 juta orang sejak awal tahun ini, masih tetap berfungsi penuh dan mengalami lonjakan aktivitas karena fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya mulai tutup.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut lebih dari 18 juta warga Afghanistan — separuh total populasi negara tersebut — sangat membutuhkan bantuan, sedangkan sepertiganya berisiko dilanda kelaparan. Komunitas internasional menjanjikan bantuan kemanusiaan sebesar US$ 1,2 miliar, namun dibutuhkan waktu untuk menyalurkannya.
Taliban yang Makin Kuat
Dilansir dari BBC, para pejabat utama pertahanan Amerika Serikat (AS) menyalahkan kesepakatan yang dibuat kelompok itu dengan pemerintahan Presiden Donald Trump tahun lalu. Perjanjian Doha yang ditandatangani kedua pihak pada Februari 2020 di Qatar. Dokumen itu menetapkan tenggat AS untuk menarik pulang pasukannya.
Kepala Komando Pusat Militer AS, Jenderal Frank McKenzie, menyebut kesepakatan itu memiliki ‘efek yang sangat merusak’ pada pemerintah dan militer Afghanistan.
Selain tanggal penarikan pasukan AS dari Afghanistan, perjanjian Doha juga mencakup kewajiban luas pada Taliban untuk mengambil langkah-langkah mencegah kelompok seperti Al-Qaeda yang mengancam keamanan AS dan sekutunya. Presiden AS Joe Biden melanjutkan rencana penarikan pasukan dari Afganistan. Namun, dia mematok tenggat 31 Agustus, bukan akhir Mei.
Kala itu sejumlah negara berusaha mengevakuasi warga mereka dan ribuan warga Afghanistan yang putus asa dan memohon untuk diselamatkan. Sebuah serangan bunuh diri di bandara tersebut bahkan menewaskan 182 orang.
Sebagai Kepala Komando Pusat Militer AS, Jenderal McKenzie mengawasi penarikan pasukan dari Afghanistan, yang menandai akhir dari kehadiran 20 tahun mereka di negara itu sekaligus perang terpanjang AS.
(haf/haf/detik)