Ribuan Faskes Ditutup, Sistem Kesehatan Afghanistan di Ambang Kehancuran

0
ilustrasi
Kabul – Sistem kesehatan Afghanistan di ambang kehancuran usai ribuan fasilitas kesehatan di negara yang kini dikuasai Taliban itu ditutup. Palang Merah Internasional pun mewanti-wanti negara itu.

Dilansir dari AFP, Jumat (1/10/2021), Federasi Palang Merah Internasional dan Masyarakat Bulan Sabit Merah (IFRC) memperingatkan kurangnya pendanaan telah menyebabkan sistem kesehatan Afghanistan ke dalam situasi sulit.

“Orang-orang mungkin sepakat bekerja tanpa gaji untuk beberapa minggu lagi,” sebut Direktur IFRC kawasan Asia Pasifik, Alexander Matheou, dalam konferensi pers di Kabul.

“Namun begitu obat-obatan benar-benar habis, jika Anda tidak bisa menyalakan lampu, jika Anda tidak punya apa-apa untuk ditawarkan kepada seseorang yang datang ke klinik Anda, maka mereka akan menutup pintu,” imbuhnya.

Perekonomian negara yang hancur akibat perang selama lebih dari empat dekade itu terhenti sejak Taliban mengambil alih kekuasaan. Kondisi ekonomi Afghanistan makin hancur gara-gara berbagai sanksi dan penangguhan bantuan asing.

Situasi itu sangat merugikan sektor kesehatan, yang utamanya dikelola oleh LSM-LSM dengan pendanaan internal sebelum Taliban berkuasa.

“Lebih dari 2.000 fasilitas kesehatan telah tutup,” ucap Matheou kepada AFP pada akhir kunjungan empat hari ke Afghanistan.

Selain itu, ada 20.000 tenaga kesehatan di Afghanistan yang tidak lagi bekerja atau masih bekerja tanpa bayaran. Dari angka itu, lebih dari 7.000 orang di antaranya adalah wanita.

Vaksin COVID-19 di Afghanistan Segera Kedaluarsa

Tutupnya ribuan fasilitas kesehatan juga mengganggu proses vaksinasi Corona di negara tersebut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa kurang dari seperlima fasilitas kesehatan di Afghanistan masih berfungsi penuh, dengan dua pertiga di antaranya kekurangan obat-obatan penting.

Baru 1 persen warga Afghanistan yang telah menerima satu dosis vaksin dan ada lebih dari 1 juta dosis vaksin Corona yang menunggu didistribusikan. Vaksin-vaksin Corona itu, sebut Matheou, akan kedaluwarsa pada akhir tahun ini.

Bulan Sabit Merah Afghanistan, yang telah beroperasi di Afghanistan selama bertahun-tahun termasuk di area-area yang dikuasai Taliban pada masa pemberontakan, merupakan bagian dari jaringan IFRC dan mengelola 140 klinik kesehatan utama di berbagai wilayah.

Klinik-klinik itu, yang melayani sekitar 1 juta orang sejak awal tahun ini, masih tetap berfungsi penuh dan mengalami lonjakan aktivitas karena fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya mulai tutup.

Situasi itu terjadi saat serangkaian krisis lainnya mengancam Afghanistan, mulai dari kekerasan yang memicu kekurangan pangan hingga pemindahan massal.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut lebih dari 18 juta warga Afghanistan — separuh total populasi negara tersebut — sangat membutuhkan bantuan, sedangkan sepertiganya berisiko dilanda kelaparan. Komunitas internasional menjanjikan bantuan kemanusiaan sebesar US$ 1,2 miliar, namun dibutuhkan waktu untuk menyalurkannya.

Taliban yang Makin Kuat

Dilansir dari BBC, para pejabat utama pertahanan Amerika Serikat (AS) menyalahkan kesepakatan yang dibuat kelompok itu dengan pemerintahan Presiden Donald Trump tahun lalu. Perjanjian Doha yang ditandatangani kedua pihak pada Februari 2020 di Qatar. Dokumen itu menetapkan tenggat AS untuk menarik pulang pasukannya.

Kepala Komando Pusat Militer AS, Jenderal Frank McKenzie, menyebut kesepakatan itu memiliki ‘efek yang sangat merusak’ pada pemerintah dan militer Afghanistan.

Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, setuju dengan penilaian itu. Dia menyebut Perjanjian Doha membuat Taliban menjadi lebih kuat.

Selain tanggal penarikan pasukan AS dari Afghanistan, perjanjian Doha juga mencakup kewajiban luas pada Taliban untuk mengambil langkah-langkah mencegah kelompok seperti Al-Qaeda yang mengancam keamanan AS dan sekutunya. Presiden AS Joe Biden melanjutkan rencana penarikan pasukan dari Afganistan. Namun, dia mematok tenggat 31 Agustus, bukan akhir Mei.

Pernyataan para pejabat pertahanan AS ini muncul dalam sesi dengar pendapat di Komite Angkatan Bersenjata DPR AS, Rabu (30/9). Sesi dengar pendapat itu berlangsung beberapa minggu setelah penarikan pasukan yang kacau dari bandara di Kabul.

Kala itu sejumlah negara berusaha mengevakuasi warga mereka dan ribuan warga Afghanistan yang putus asa dan memohon untuk diselamatkan. Sebuah serangan bunuh diri di bandara tersebut bahkan menewaskan 182 orang.

Sebagai Kepala Komando Pusat Militer AS, Jenderal McKenzie mengawasi penarikan pasukan dari Afghanistan, yang menandai akhir dari kehadiran 20 tahun mereka di negara itu sekaligus perang terpanjang AS.

(haf/haf/detik)