Dikutip CNBC, Kamis (2/6) pemerintah Amerika Serikat (AS) mengirim paket bantun untuk tentara Ukraina sebesar USD 700 juta atau setara Rp 10,1 triliun (kurs Rp 14.500/USD). Sebelumnya, sudah ada bantuan total USD 4,6 miliar ke Ukraina sejak Rusia menginvasi pada akhir Februari 2022.
Dari paket bantuan itu, ada roket canggih di dalamnya. AS mengirim empat sistem roket artileri mobilitas tinggi, atau HIMARS, serta amunisinya.
Ada pula 6 ribu senjata antiarmor dan 15 ribu peluru artiler ukuran 155 milimeter. Masih ada lagi, empat helikopter Mi-17, 15 kendaraan taktis, dan suku cadang serta peralatan lainnya.
“Kami tidak mendorong atau memungkinkan Ukraina untuk menyerang di luar perbatasannya. Kami tidak ingin memperpanjang perang hanya untuk menimbulkan rasa sakit di Rusia,” tulis Presiden AS Joe Biden dalam esai di The New York Times.

HIMARS menjadi salah satu dari wujud bantuan AS untuk Ukraina. HIMARS adalah sistem roket mobilitas tinggi. Berikut spesifikasinya, dikutip dari Aljazeera:
– Dipasang di kendaraan truk
– Roket dari HIMARS mampu bermanuver
– 1 Unit HIMARS dapat membawa enam roket
– Dapat diisi ulang sekitar 1 menit
– Jangkauan: 80 km (50 mil)
HIMARS mampu membuat pasukan Ukraina menyerang dengan jarak jauh dari garis depan Rusia. Pasukan Ukraina juga dapat meluncurkan serangan dari jarak yang lebih terlindungi.
Dilansir Aljazeera, Rusia menggunakan roket BM-30 Smerch. Jangkauan roket rusia itu adalah 90-120 km. Jadi, jangkauan HIMARS yang 80 km itu sudah lumayan mampu mengimbangi roket Rusia.
Namun demikian, analis riset di Royal United Services Institute, Samuel Cranny-Evans, mengatakan Ukraina tetap perlu saksama mengintai Rusia.
“Tergantung pada kemampuan Ukraina untuk melakukan pengintaian dan fungsi pengumpulan intelijen ke dalam operasional Rusia dan mengoordinasikannya dengan aset artileri baru,” tutur Samuel.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengatakan kepada kantor berita Rusia RIA Novosti bahwa Moskow memandang bantuan militer AS ke Ukraina tersebut “sangat negatif”.
Ryabkov, ketika ditanya tentang kemungkinan konfrontasi langsung antara AS dan Rusia, mengatakan: “Setiap pengiriman senjata yang terus berlanjut, yang sedang meningkat, berarti meningkatkan risiko perkembangan semacam itu.”