Jakarta – Keinginan masyarakat untuk bersepeda atau gowes kian merosot. Kondisi ini terlihat dari surutnya penjualan sepeda baru maupun bekas dari tahun ke tahun.
Misalkan saja di kawasan Pasar Rumput, Jakarta Selatan, yang sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu sentra jual-beli sepeda murah. Kini di kawasan itu banyak pedagang memilih untuk gulung tikar akibat sepi pembeli.
Salah seorang pedagang yang dalam waktu dekat juga berencana menutup tokonya, Kode, mengatakan pada 2020-2021 lalu saat kegiatan bersepeda sedang ‘booming’ tokonya bisa menjual hingga 20 unit sepeda per harinya.
Saat ini dalam sehari Kode belum tentu bisa menjual satu unit sepeda. Bahkan hingga siang hari ini saat ditemui detikcom, dirinya belum mendapat penglaris sama sekali.
“Dulu pas pandemi bisa jual 20 unit sehari, sampai sering kehabisan kita. kalau sekarang boro-boro 20 unit sehari, jual lebih dari 10 unit sebulan saja sudah syukur,” katanya saat ditemui detikcom di kiosnya, Rabu (25/9/2024).
“Sekarang mah dalam sehari belum tentu ada yang laku. Sabtu-Minggu pas yang biasanya jadi harapan kita, kan orang banyak yang libur tuh (punya waktu untuk mencari sepeda), itu juga sepi sekarang,” terangnya lagi.
Menurutnya kondisi ini jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan masa sebelum 2020 atau masa pandemi. Sebab kala itu Kode masih bisa menjual 3-4 unit sepeda per hari saat sedang sepi, dan mampu menjual hingga 10 unit sepeda saat sedang ramai.
“Dulu (sebelum pandemi) bisa lah jual 3-4 unit sepeda. Kalau lagi ramai kaya Sabtu-Minggu itu bisa sampai 10 unit. Sekarang Sabtu-Minggu saja sepi,” ungkap Kode.
“Kaya Agustus kemarin itu biasanya dari perusahaan, kantor-kantor, itu mesen ada yang 5 ada yang 10 (sepeda) buat hadiah atau doorprice gitu, sekarang mah nggak ada. Biasanya kita ngarepin dari situ, sekarang mah nggak ada, nggak ada sama sekali,” terangnya lagi.
Tidak hanya dari segi penjualan, penurunan minat masyarakat untuk bersepeda juga terlihat dari turunnya harga jual produk. Padahal saat pandemi berlangsung, harga jual sepeda sempat melonjak tinggi.
Kode menjelaskan pada 2020-2021 banyak aturan pembatasan covid-19 yang membuat pabrik tidak bisa beroperasi normal. Begitu juga dengan proses impor sepeda atau bahan pembuatan sepeda yang tertahan karena pandemi.
Kondisi ini membuat keterbatasan stok sepeda di tengah tingginya minat masyarakat. Sehingga harga jual dari pabrik naik cukup tinggi, kemudian efeknya turut membuat harga yang dikenakan pedagang ke pelanggan juga naik signifikan.
“Itu (selama pandemi) mah bukan naik harga lagi, tapi memang ganti harga. Sepeda yang normalnya Rp 500 ribu bisa jadi Rp 1 juta. Waktu itu harga bisa naik dua tiga kali lipat,” terangnya.
Penjual sepeda di kawasan Pasar Rumput yang lain, Rony, juga mengatakan penjualan sepeda di tokonya selama pandemi sempat melonjak hingga tiga kali lipat dibandingkan hari biasanya, walaupun ia enggan untuk menyebut omzetnya per hari atau per bulan.
“Ibaratnya pas pandemi kita dapat rezeki nomplok, pokoknya mah penjualan bisa dua tiga kali lipat lah. Padahal harganya waktu itu juga lagi tinggi-tingginya kan. Soalnya banyak pabrik yang tutup nggak produksi, jadi stoknya dikit, tapi habis terus,” kata Rony.
Berbeda jauh dengan masa pandemi, Rony mengaku saat ini dirinya bahkan kesulitan untuk menjual satu unit sepeda dalam sehari. Kalaupun ada pembeli, biasanya hanya satu dua sepeda anak yang laku terjual.
“Paling banyak turun mah sepeda dewasa pokoknya, kaya sepeda bromton, sepeda lipat, MTB, sekarang sudah nggak ada yang beli. Kalau sepeda fixie kan biasanya diapakai anak sekolah, itu turun tapi ada satu dua yang beli,” ungkapnya.
“Paling sering sekarang yang beli ya sepeda anak saja, buat anak di bawah 7 tahun lah yang masih ada orang beli. Ya paling satu dua orang yang beli ya sepeda anak,”
Tidak hanya penjualan sepeda yang kian menyusut, jumlah pelanggan yang datang untuk merakit atau memperbaiki sepeda juga makin menipis. Kondisi ini membuat tokonya kesulitan memutar kembali uang yang didapat sebagai modal.
“Yang datang untuk rakit sepeda atau servis gitu juga dikit sekarang. Kaya orang datang untuk ganti ban dalam aja sudah hampir nggak ada, padahal itu ibaratnya (biaya servis atau rakit) lumayan lah bisa buat makan kan,” ucapnya.
“Sekarang untuk belanja (beli sepeda baru untuk dijual lagi) sudah nggak bisa. Boro-boro belanja, orang buat sewa toko sama makan saja nggak nutup,” pungkasnya.
(fdl/detik)