“Perlu peran lintas Kementerian agar membicarakan lonjakan harga pupuk yang trennya terus mengalami kenaikan. Kasihan rakyat, ini kan masih dalam suasana pandemi. Apalagi kita masih dibayangi oleh ancaman munculnya gelombang ke-3 COVID-19,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (17/1/2022).
Anas menilai Negara seharusnya lebih sensitif terhadap penderitaan para petani. Kenaikan harga pupuk nonsubsidi misalnya, yang mana sudah tidak wajar dan menyentuh angka 100 persen. Harga pupuk Urea yang awalnya Rp 265.000 hingga Rp 285.000 per sak, sekarang bisa mencapai Rp 560.000 per sak.
Kenaikan harga pupuk tersebut tentu berpengaruh terhadap harga pangan lainnya. Pupuk merupakan bagian dari kebutuhan dasar petani, dan jika kenaikan ini terus menerus terjadi maka akan terjadi lonjakan harga pada komoditas pangan lainnya.
Lonjakan harga pupuk ini sebenarnya sudah cukup lama terjadi, tepatnya sejak Juni 2021 dan mencapai puncaknya pada bulan Oktober 2021. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga negara lain seperti Korea Selatan yang turut mengalami krisis pupuk.
“Mestinya hal tersebut menjadi atensi dan antisipasi bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas harga,” pungkas Anas.