Sri Lanka Lockdown dan Blokir Medsos Usai Amarah Warga Pecah Akibat Krisis Pangan – Krisis BBM

0
Jakarta – Sri Lanka melakukan sejumlah langkah usai amarah warganya pecah terkait krisis yang tengah melanda negara itu. Lockdown selama 36 jam dan pemblokiran media sosial dilakukan.

Diketahui krisis pangan, bahan bakar dan listrik melanda Sri Lanka. Listrik juga dipadamkan selama 13 jam hingga mendorong amarah warga memuncak dan memutuskan berunjuk rasa di depan rumah Presiden Gotabhaya Rajapaksa. Demo berakhir ricuh dengan tembakan gas air mata.

Sri Lanka Berlakukan Lockdown 36 Jam

Dilansir Reuters, Sri Lanka memberlakukan pembatasan selama 36 jam lamanya imbas memanasnya kondisi negara tersebut. Pembatasan dimulai pada Sabtu (2/4) sore dan baru dicabut pada Senin (4/4) pagi waktu setempat.

Lockdown nasional diumumkan untuk memadamkan protes terhadap Presiden, kerabatnya dan bahkan dukunnya yang paling terpercaya. Protes yang diyakini bakal digelar pada periode penguncian itu dilakukan untuk menuntut krisis yang terjadi di Sri Lanka.

Perintah itu datang sehari setelah Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa memberlakukan keadaan darurat menyusul upaya kekerasan untuk menyerbu rumahnya, dengan mengatakan itu untuk “perlindungan ketertiban umum”.

Amarah warga imbas krisis pangan, bahan bakar hingga listrik di negara itu juga menyasar seorang wanita yang diidentifikasi sebagai peramal yang sering berkonsultasi dengan Rajapaksa di kota utara Anuradhapura pada Sabtu (2/4) lalu.

Para aktivis hak asasi dan mantan legislator oposisi Hirunika Premachandra memimpin puluhan wanita menyerbu kuil dan kediaman cenayang Gnana Akka. Polisi bersenjata berhasil menghentikan mereka.

“Mengapa polisi melindungi seorang dukun?” kata salah seorang wanita kepada polisi dalam sebuah video yang dibagikan di Facebook.

“Pencuri, pencuri, pencuri,” teriak massa setelah petugas keamanan bersenjata menghentikan mereka.

Akses Medsos Diblokir

Otoritas Sri Lanka juga melakukan pemblokiran akses ke seluruh platform media sosial. Hal ini dilakukan menyusul diberlakukannya lockdown nasional selama 36 jam untuk menahan protes atas krisis ekonomi yang memburuk di negara tersebut.

“Facebook, YouTube, Twitter, Instagram, dan WhatsApp termasuk di antara platform yang ditutup oleh penyedia layanan internet atas perintah otoritas pertahanan,” kata saluran berita pro-pemerintah Ada Derana.

Tagar #GoHomeRajapaksas dan #GotaGoHome selama beberapa hari trending di Twitter dan Facebook Sri Lanka. Tagar itu seakan mendukung perlawanan warga akan kekurangan bahan pokok, kenaikan harga bahan bakar hingga pemadaman listrik yang melumpuhkan Sri Lanka, yang paling parah sejak negara itu merdeka dari Inggris pada tahun 1948.

Demo yang terjadi menandai perubahan besar pada popularitas Presiden Rajapaksa, yang meraih kekuasaan dengan kemenangan mayoritas pada Pemilu 2019. Dia saat itu menjanjikan stabilitas dan “pemerintahan yang kuat” untuk memerintah negara.

Para pengritik menyalahkan korupsi dan nepotisme sebagai alasan utama atas situasi yang dihadapi negara itu. Apalagi saudara-saudara lelaki dan keponakan presiden menempati beberapa kementerian utama.

Warga bertambah marah saat muncul sejumlah kabar bahwa presiden dan para menteri dikecualikan dari pemadaman listrik dan para anggota keluarga mereka masih saja pamer kekayaan.

Pemerintah selama ini menyatakan krisis terjadi akibat pandemi Covid-19 telah menghantam sektor pariwisata, salah satu sumber utama pendapatan Sri Lanka.

Selain itu, serangkaian serangan terhadap gereja-gereja pada Minggu Paskah 2019 lalu, yang menyebabkan penurunan tajam pada jumlah wisatawan, juga dituding sebagai penyebab lainnya. Namun, para ahli mengatakan krisis ini sudah terjadi sejak lama.

Namun, para ahli mengatakan krisis ini sudah terjadi sejak lama.

“Ini adalah ledakan, hasil akumulasi dari apa yang telah dibangun selama beberapa dekade, dan seperti biasa tidak ada yang bertanggung jawab atas hal itu.

“Tentu saja, pemerintah saat ini secara langsung bertanggung jawab terhadap salah urus krisis yang disengaja sejak mereka berkuasa pada 2019 karena ketidakmampuan, kesombongan, dan tentu saja korupsi,” kata Jayadeva Uyangoda, seorang ahli ilmu politik, kepada BBC.

Sri Lanka tidak lagi memiliki cukup uang untuk membeli barang-barang penting seperti bahan bakar untuk menggerakkan kendaraan atau bahkan menghasilkan listrik.

Akibatnya, pengelola listrik negara itu memberlakukan pemadaman yang semakin lama. Pada Kamis, listrik dimatikan selama 13 jam. Beberapa hari mendatang, pemadaman listrik diprediksi akan berlangsung sampai 16 jam.

(izt/gbr/detik)