Sistem Sungai Eufrat-Tigris mengalirkan air ke lahan pertanian di daerah yang subur. Sungai ini yang menjadi akar peradaban manusia dengan bangkitnya bangsa Mesopotamia dan Sumeria.
Bahkan, para sejarawan dan antropolog kerap menyebut Lembah Sungai Efrat sebagai ‘tempat lahirnya peradaban’. Lembah sungai ini merupakan lokasi strategis untuk berkumpul dan mengembangkan masyarakat yang berbasis pada pertanian dan perdagangan.
Melansir How Stuff Works, Sabtu (9/10/2024), Sungai Eufrat mulai mengering. Ini adalah indikator bahwa perubahan iklim sudah sangat mengkhawatirkan. Dampaknya benar-benar memengaruhi banyak pihak.
Suhu di Suriah Utara telah meningkat 1° dalam seabad terakhir, dan berkurangnya curah hujan telah memperburuk situasi. Penurunan permukaan air ini kemungkinan akan mengurangi volume air misalnya di Danau Assad, yang pada akhirnya menyebabkan pembangkit listrik tenaga air seperti Bendungan Atatürk dan Stasiun Air Alouk berhenti menghasilkan listrik.
Tantangan-tantangan ini hanya akan memperburuk keadaan bagi sekitar 7,2 juta pengungsi yang datang akibat perang saudara. Mereka bergantung pada sungai-sungai ini untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Oleh karena itu, Sungai Eufrat dan Tigris bukan hanya sumber daya penting dalam evolusi manusia. Sungai-sungai ini juga merupakan aspek penting dari hak asasi manusia saat ini.
Selain ‘kiamat’ dari segi ilmiah, di mana perubahan iklim penyebabnya, di agama pun ada hadits yang terkait dengan surutnya Sungai Eufrat. Bahkan ini menjadi salah satu tanda kiamat. Setelah Sungai Eufrat surut, umat Islam percaya akan muncul gunung emas.
“Tidak akan tiba hari kiamat hingga Sungai Eufrat menampakkan timbunan emas. Manusia saling membunuh karenanya. Dan setiap seratus orang terbunuh sembilan puluh sembilan orang. Setiap orang dari mereka berkata, ‘Semoga akulah yang beruntung.'” (HR Bukhari dan Muslim). Wallahualam.
(ask/fay/detik)